Juru bicara pemerintah Indonesia untuk penanganan coronavirus Achmad Yurianto mengklaim dua warga Depok yang dinyatakan positif terinfeksi coronavirus, telah diberi informasi ihwal penyakit yang dideritanya oleh pihak Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, Jakarta Utara.
"Kalau dia tidak tahu bahwa dia positif, tidak mungkin dia mau masuk ke ruang isolasi," kata Achmad ditemui di Kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta Selatan, Selasa (3/3).
Menurutnya, pihak rumah sakit tak bisa melakukan tindakan tersebut tanpa izin dari pihak pasien. Ahmad mengatakan, setiap rumah sakit memiliki prosedur informed consent untuk memberi tahu pasien ihwal penyakit dan tindakan yang akan dilakukan. Pihak pasien juga dimintai persetujuan atas tindakan medis yang akan dilakukan pihak rumah sakit.
"Ada informed consent. Anda akan diperiksa ini. Misalnya, nanti kalau hasilnya positif, anda harus masuk ke ruang isolasi. Setuju? setuju, tandatangan," kata dia menjelaskan.
Karena itu, Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan ini meyakini pihak RSPI Sulianti Saroso sudah bertindak sesuai dengan aturan yang berlaku. Sebab, informed consent merupakan salah satu prasyarat dari akreditasi rumah sakit. Karena itu, RSPI Sulianti Saroso dapat melanggar akreditasi jika tak meminta izin pasien untuk mengambil tindakan pada pasien.
"Kemarin, saya dengan Pak Menteri ke sana. Direktur rumah sakitnya melaporkan, bahwa kita sudah melakukan sesuai dengan akreditasi dan informed consent, dan sebagainya," kata Achmad.
Dugaan pihak RSPI melakukan pelanggaran prosedur tersebut, mencuat dari pesan berantai di sosial media yang menyatakan dirinya sebagai salah satu pasien positif coronavirus. Dia mengaku tidak mendapat pemberitahuan dari pihak rumah sakit bahwa ia dan ibunya diisolasi lantaran terjangkit virus bernama resmi COVID-19.
Dalam pesan itu, dia juga mengaku tidak mengenal warga Jepang yang menjadi sumber penularan coronavirus pada dia dan ibunya. Dia juga mengatakan tindakan isolasi yang dilakukan rumah sakit, membuatnya tidak bisa berhubungan dengan keluarganya.
"Saya bahkan sampai sekarang tidak tahu dan tidak kenal orang Jepang ini siapa. I just happen to be in the wrong place at the wrong time. Kenapa saya enggak info apapun di grup? Karena saya bingung. Sampai sekarang tidak ada satu dokter pun yang nyamperin untuk menjelaskan apapun, atau pun memberi lihat hasil tes saya," demikian penggalan pesan berantai yang beredar.