Pemerintah melalui Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) dinilai pantas mendapatkan nilai 7 dari skala 1-10 dalam pelaksanaan pelarangan mudik Lebaran di tengah pandemi. Pangkalnya, tetap dapat menjaga laju perekonomian dan mengantisipasi kolapsnya sektor kesehatan.
Pengamat kebijakan publik Universitas Krisnadwipayana (Unkris), Ade Reza Hariyadi, menyatakan demikian lantaran pandemi bak buah simalakama; membuat sektor kesehatan kolaps jika hanya fokus mengurusi masalah kesehatan dan sebaliknya. Karenanya, pelarangan mudik atau pembatasan mobilitas hanya dilakukan pada momen-momen tertentu.
"Memang tidak bisa dilihat hanya sekadar pelarangan secara total, tetapi harus dilihat aspek-aspek lain karena harus menyelamatkan ekonomi dan memastikan pandemi tetap terkendali dan infrastruktur kesehatan tidak kolaps. Paling tidak angka tujuh cukup untuk efektivitas (pelarangan mudik)," tuturnya saat dihubungi Alinea, Jumat (4/6).
Reza menerangkan, pertumbuhan ekonomi menuntut adanya pergerakan barang ataupun jasa dari produksi hingga konsumsi sehingga mobilitas orang tidak bisa dihindari. Sementara itu, pengendalian pandemi mengharuskan pembatasan guna meminimalisasi penularan.
"Saya kira, langkah yang diambil pemerintah memodifikasi keduanya, mencari jalan tengah di antara keduanya; tidak mau ekonomi kolaps, tidak mau juga infrastruktur kesehatan kolaps," jelas peraih gelar doktor dari Universitas Indonesia (UI) ini.
Dia mengingatkan, mudik tidak bisa hanya dilihat sebagai ekspresi religi ataupun ritual sosial semata. Ia juga menyangkut sirkulasi ekonomi, khususnya dari pusat ke daerah.
"Kalau misalkan ada 10 juta orang mudik dan setiap orang habiskan 10 juta, maka bisa menggairahkan kembali ekonomi di daerah," ucapnya.
karena kalau dilarang 100%, ekonomi tidak akan bergerak. jadi, jangan lihat mudik itu hanya sebagai ritual sosial atau ekspresi religi seseorang, tapi juga sirkulasi ekonomi.
Di sisi lain, Reza berpendapat, baiknya kinerja pemerintah dalam penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi di tengah pagebluk akan memengaruhi reputasi Ketua KPCPEN, Airlangga Hartarto. Sayangnya, dia bukan satu-satunya yang bakal mendapat benefit tersebut.
"Ya, bisa dikomodifikasi sebagai isu dan sumber daya untuk bangun citra positif terhadap Airlangga, tetapi Airlangga belum menjadi satu-satunya episentrum, perhatian khalayak tentang kebijakan-kebijakan strategi pemerintah dalam pemulihan ekonomi dan penanganan pandemi," urainya. "Banyak figur-figur lain yang tidak kalah penting dan strategis peranannya, seperti Kepala BNPB, Menteri Kesehatan, Sri Mulyani (Menteri Keuangan)."
Namun, hanya Airlangga yang menjadi sorotan apabila kinerja pemerintah buruk. Pangkalnya, dia juga menjabat sebagai ketua umum Partai Golkar. "Ini sangat mungkin menjaga amunisi oleh lawan-lawan politiknya," ujar Reza.
Karenanya, dirinya berkeyakinan, Airlangga takkan ceroboh dalam menentukan langkah pemerintah dalam menangani pandemi sekaligus memulihkan perekonomian nasional. "Karena risikonya terlalu besar, maka kebijakan-kebijakan yang akan diambil tentu melalui proses panjang dan pertimbangan matang."
Untuk itu, Reza menyarankan pemerintah segera fokus memperbaiki hal-hal yang belum optimal. Membangun infrastruktur kesehatan, termasuk riset pengembangan vaksin hingga pengobatannya, misalnya.
"Kan, tingkat ketergantungan kita terhadap asing masih tinggi. Contoh vaksin, bahan baku obat-obatan, infrasruktur kesehatan, juga belum menunjukkan perkembangan yang signifikan. Jadi, ini yang mestinya segera di-drive," tandasnya.