close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
 Salah seorang warga melakukan tes cepat antigen guna mendeteksi COVID-19 di salah satu layanan kesehatan di Jakarta. Foto Antara/Muhammad Zulfikar.
icon caption
Salah seorang warga melakukan tes cepat antigen guna mendeteksi COVID-19 di salah satu layanan kesehatan di Jakarta. Foto Antara/Muhammad Zulfikar.
Nasional
Senin, 05 Juli 2021 16:25

Pemerintah diminta mengakui situasi gawat darurat akibat kolapsnya faskes

Ketika pemerintah mencitrakan situasi di Indonesia masih baik-baik saja, maka justru menumbuhkan ketidakwaspadaan.
swipe

Data tingkat keterisian tempat tidur (bed occupancy rate/BOR) tidak sesuai kondisi di lapangan. Sebab, pemerintah tidak melakukan update data BOR secara realtime. Imbasnya, pasien Covid-19 bergejala sedang hingga kritis semakin kesulitan menemukan tempat tidur untuk mengakses layanan kesehatan di rumah sakit (RS).

Di sisi lain, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) masih percaya dengan data statistik yang tidak merefleksikan angka di lapangan tersebut.

“Sistem yang ada di Dinkes (Dinas Kesehatan) DKI Jakarta, di situ tertulis masih terdapat sekian tempat tidur, kami hubungi ternyata penuh. Pasien kami tuntut datang ke rumah sakit, ternyata penuh. Di lapangan itu penuh, tetapi di data masih ada. Jadi, pemerintah menggunakan data ini,” ujar Inisiator LaporCovid-19 Irma Hidayana dalam diskusi virtual, Senin (7/5).

Kemenkes sebelumnya membantah data LaporCovid-19 terkait fasilitas kesehatan di Indonesia kolaps dalam menghadapi pandemi Covid-19. Ini terkait temuan 265 pasien Covid-19 meninggal dunia saat isolasi mandiri di rumah masing-masing selama Juni-2 Juli 2021.

Ia menganggap, pemerintah masih memperlakukan angka kematian di Indonesia akibat Covid-19 hanya sebagai statistik belaka. Pemerintah cenderung tidak memperlihatkan empati kepada keluarga korban yang berjuang mendapatkan penolakan dari satu RS ke RS lainnya.

“Kami pernah mendampingi seorang pasien yang tidak memiliki mobil. Kami sudah menghubungi puskesmas, pihak puskesmas tidak bisa datang. Mereka butuh oksigen, kami pinjamkan oksigen, kebetulan ada kerabat yang memiliki oksigen, tetapi tidak memadai. Jadi, harus pergi ke IGD naik sepeda motor, itu menunggu lama,” ucapnya.

Oleh karena itu, Irma meminta pemerintah mengakui adanya situasi gawat darurat dan carut-marut akibat fasilitas kesehatan kolaps. Selain itu, pemerintah dituntut memberi bantuan konkret dan mengakhiri semua komunikasi yang mencitrakan situasi di Indonesia sedang baik-baik saja.

Ketika pemerintah mencitrakan situasi di Indonesia masih baik-baik saja, maka justru menumbuhkan ketidakwaspadaan.

“Kami sebagai masyarakat tidak ingin disalahkan lagi untuk tidak taat prokes (protokol kesehatan). Bagaimana kami bisa taat prokes kalau situasinya tenang-tenang saja,” tutur Irma.

Ia juga mendesak pemerintah mengakui kegagalannya dalam kebijakan pengendalian pandemi yang telah dilakukan selama hampir 1,5 tahun.

img
Manda Firmansyah
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan