Pemerintah diminta melakukan kajian mendalam terkait wacana gaji tunggal (single salary) bagi pegawai sipil negara (PSN). Sebab, perubahan tersebut diyakini bakal berdampak signifikan terhadap birokrasi, terutama kinerja para abdi negara.
"Single salary ini harus benar-benar dikaji, dianalisis karena itu akan berdampak pada beban kerja, itu akan berdampak kepada jabatan," kata anggota Komisi II DPR, Anak Agung Bagus Adhi Mahendra Putra.
"Ada beberapa elemen dari pendapatan PNS itu ada tunjangan lain-lain. Nah, tunjangan ini berdasarkan dari jabatan seseorang dari beban kerja yang dia harus tanggung," imbuhnya, menukil laman DPR.
Wacana gaji tunggal PNS kembali mencuat seiring rencana pemerintah menjadikannya sebagai salah satu agenda prioritas pada 2024. Padahal, gagasan ini kali pertama mencuat pada 2019.
Kala itu, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, menyampaikan, gaji tunggal PNS dilakukan sebagai upaya reformasi birokrasi demi mencegah korupsi. Apalagi, sempat didorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2014.
Kendati demikian, perubahan sistem penggajian diyakini takkan langsung membuat godaan korupsi luntur. Sebab, nilai suap di lingkungan pemerintahan terbilang besar, sedangkan anggaran belanja pegawai terbatas.
Sementara itu, dokumen Badan Kepegawaian Negara (BKN) Agustus 2017 menyebutkan, gaji tunggal membuat PNS hanya akan menerima satu jenis penghasilan berupa gabungan berbagai komponen penghasilan. Kebijakan ini bakal terdiri dari unsur jabatan alias gaji dan tunjangan mencakup kinerja dan kemahalan.
Lalu, akan ada sistem peringkat (grading) yang berpengaruh dalam menentukan besaran gaji di beberapa jenis jabatan PNS. Grading adalah peringkat nilai atau harga jabatan yang menunjukkan posisi, beban kerja, tanggung jawab, dan risiko pekerjaan.