Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah, mengkritik rencana pemerintah yang akan membangun rumah dengan skema pembayaran down payment (DP) atau uang muka 0% bagi aparatur sipil Negara, prajurit TNI dan anggota Polri.
Menurutnya, rencana tersebut sebaiknya ditunda dulu. Pasalnya, masih banyak masyarakat terutama korban gempa bumi di Lombok, NTB, yang kondisinya masih memprihatinkan. Tak sedikit para korban gempa yang tinggal di tenda-tenda pengungsian.
“Mendingan alihkan dulu untuk korban bencana. Itu lagi kedinginan, kasihan mereka. Itu di dapil saya di NTB itu kasihan banget,” kata Fahri Hamzah saat ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.
Berdasarkan catatan pemerintah ada sekitar 1.575.000 unit rumah yang akan dibangun pemerintah. Rumah tersebut rencananya akan dibangun di daerah perkotaan. Bentuknya bisa berupa kompleks apartemen atau rumah susun.
Dalam membangun rumah tersebut, pemerintah menggunakan skema pembayaran uang muka 0% dengan pembayaran cicilan masa pinjamannya yang bisa sampai usia 75 tahun. Namun, dengan catatan waktu pertama kali mengajukan pinjaman usia pembeli maksimum sekitar 53 atau 55 tahun.
Namun, kata Fahri, sebaiknya pemerintah mendorong pembangunan rumah bagi korban gempa terlebih dahulu agar mereka dapat beristirahat di tempat yang layak. Pemerintah harus memprioritaskan pembangunan rumah bagi korban gempa di Lombok yang sampai saat ini kondisinya darurat dan masih cukup memprihatinkan.
“Segera saja cepat kalau ada uangnya bangunlah rumah untuk warga. Mau rumah susun tak apa, yang jelas biar orang segera punya rumah," ujarnya. "Selesaikan dulu yang dalam situasi darurat. Yang non darurat jangan dulu.”
Percepatan rekonstruksi pascagempa
Terkait rumah bagi korban gempa, Wakil Presiden Jusuf Kalla, menginstruksikan kepada jajarannya untuk mempercepat proses rekonstruksi pascagempa di Lombok, Nusa Tenggara Barat. JK, demikian wapres akrab disapa, menargetkan dalam waktu 6 bulan pembangunan bisa selesai.
“Intinya adalah percepatan. Setiap hari hanya bisa produksi 40 komponen rumah, saya minta naikkan menjadi 300. Baru bisa mengejar waktu selesai dalam waktu enam bulan,” kata JK.
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana, rentetan gempa bumi yang melanda Lombok pada 29 Juli 2018 menyebabkan kerusakan bangunan sampai 167 ribu unit rumah, 1.194 sekolah, 321 fasilitas kesehatan, dan 1.091 rumah ibadah.
Dana yang telah dianggarkan oleh pemerintah melalui APBN untuk rekonstruksi Lombok pascagempa mencapai Rp1 triliun. Angka tersebut dinilai masih bertambah sesuai dengan kebutuhan.
"Dana yang disalurkan sudah Rp1 triliun, masih butuh lagi. Tapi sudah mulai pembangunan, dan itu dibutuhkan percepatan," kata JK.
Wapres JK selaku Komandan Penanganan Bencana berharap rekonstruksi dan rehabilitasi pascabencana di Lombok dapat selesai pada Maret 2019, lebih cepat enam bulan dari target sebelumnya, yaitu selama satu tahun sejak terjadi gempa, atau pada Juli 2019.
Ia mengatakan kesehatan dan keselamatan masyarakat menjadi perhatian karena ada batasan orang bisa hidup dan beraktivitas di tempat pengungsian. Menurut Wapres, apabila masyarakat hidup di pengungsian lebih dari enam bulan, akan mulai timbul masalah kesehatan dan sosial.