close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
China Coast Guard 5202 dan 5403 membayangi KRI Usman Harun-359 saat patroli mendekati kapal nelayan pukat China yang menangkap ikan di ZEE Indonesia, Laut Natuna Utara, Kepulauan Riau, Sabtu (11/1/2020). Foto Antara/M. Risyal Hidayat
icon caption
China Coast Guard 5202 dan 5403 membayangi KRI Usman Harun-359 saat patroli mendekati kapal nelayan pukat China yang menangkap ikan di ZEE Indonesia, Laut Natuna Utara, Kepulauan Riau, Sabtu (11/1/2020). Foto Antara/M. Risyal Hidayat
Nasional
Minggu, 19 September 2021 07:31

Pemerintah diminta respons kehadiran kapal China di Natuna

Keseriusan negara dalam melindungi kepentingan nasional dan penegakan kedaulatan seharusnya menjadi prioritas utama.
swipe

Peneliti Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (Lesperssi), Beni Sukadis, mendorong pemerintah segera merespons kehadiran kapal-kapal China di Laut Natuna Utara dengan mempertanyakan motif "Negeri Tirai Bambu" melewati dan beraktivitas di wilayah teritorial dan Zona Ekonomi Eksekutif (ZEE), terutama di perairan RI.

"Serta mengambil langkah-langkah konstruktif lainya yang menunjukan perlindungan kepentingan nasional, khususnya bagi keamanan warga Indonesia dalam melakukan aktivitas ekonomi di wilayah ZEE kita," ucapnya saat dihubungi Alinea.id, Sabtu (18/9).

Langkah-langkah lain yang dapat diambil Indonesia, menurutnya, seperti mengerahkan TNI Angkatan Laut (AL) agar berpatroli di wilayah ZEE guna melindungi nelayan saat beraktivitas sehingga tidak merasa terintimidasi oleh kehadiran kapal-kapal China dan negara lainnya.

"Tanpa kehadiran efektif dari TNI AL di wilayah Natuna Utara, tentu bisa jadi celah bagi kapal-kapal asing untuk melakukan aktivitasnya," tegasnya. "Sehingga keseriusan pemerintah RI dalam melindungi kepentingan nasional dan penegakan kedaulatan Indonesia, khususnya di wilayah Natuna, seharusnya menjadi prioritas utama saat ini."

Beni mendorong demikian lantaran laut Natuna merupakan wilayah maritim Indonesia yang lebar dari garis pantai pulau terluar hingga ZEE diatur dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS). Di dalamnya mengatur, bahwa RI hanya memiliki kedaulatan pada perairan di Kepulauan Natuna dalam lingkup Laut Teritorial sejauh 12 mil dari garis pantai dan laut pedalaman yang ada di antara kepulauan. 

"Menurut UNCLOS," urainya, "lebar Laut Teritorial 12 mil laut yang diukur dari garis pantai, lebar Zona Tambahan 12 mil laut dari Laut Teritorial atau 24 mil laut dari garis pantai, sedangkan lebar ZEE 176 mil laut yang diukur dari Zona Tambahan atau 200 mil laut dari garis pantai."

Ketiga rezim tersebut, sambung Beni, memberikan hak yang berbeda kepada Indonesia sebagai pemiliknya. Di Laut Teritorial, RI berkuasa sama seperti di wilayah darat dengan beberapa pengecualian, salah satunya kapal asik yang hendak masuk wajib memberitahukan terlebih dahulu.

"Tidak ada kapal asing yang boleh masuk ke wilayah ini tanpa pemberitahuan terlebih dahulu," ujarnya. Aparat keamanan baik TNI AL maupun Badan Keamanan Laut (Bakamla) diperkenankan mengejar dan menyetop kapal asing yang ke wilayah tersebut jika tanpa pemberitahuan sebelumnya karena mengganggu kedaulatan serta berhak memberlakukan hukum nasionalnya. 

Selain itu, Indonesia berhak mengejar kapal asing yang masuk tanpa pemberitahuan terlebih dahulu di Zona Tambahan. 

Yang terjadi, terang Beni, kapal survei China dikawal coast guard dan kapal AL Kunming 172-nya berlayar ke Laut Natuna. Pun demikian dengan kapal perang Amerika Serikat (AS).

Mereka memasuki kawasan ZEE Indonesia. "Ini sudah kesekian kalinya kapal China masuk Laut Natuna di kawasan ZEE," katanya.

Meski kapal asing berhak berlayar di ZEE sesuai prinsip Freedom of Navigation, baginya, Indonesia tetap perlu mewaspadai tujuan kapal China tersebut. "Ini yang patut direspons secara baik," tandasnya.

img
Fatah Hidayat Sidiq
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan