Koalisi Masyarakat Sipil meminta agar warga tidak dibentur-bentrukan terkait pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat Jawa-Bali pada 3-20 Juli 2021. Menurut Koalisi, selama wacana perpanjangan PPKM darurat ada narasi yang muncul seakan-akan masyarakat terbelah.
"Narasi-narasi di luar yang berkembang, masyarakat berpikir bahwa 'Enak saja PPKM darurat dilanjutkan, terus kami gimana? Makan apa? Kami di rumah enggak bisa ngapa-ngapain'. Sementara kami di Koalisi menuntut pemerintah melakukan pengetatan," kata Inisiator LaporCovid-19 Irma Hidayana mewakili Koalisi dalam jumpa pers virtual, Minggu (18/7).
Irma menyampaikan, pengetatan aktivitas warga untuk menekan penularan Covid-19 dengan pemenuhan kebutuhan pokok bukan dua hal yang berbeda sama sekali. Menurutnya, tuntutan agar pemerintah melakukan pengetatan mobilitas warga bukan bermaksud menghalangi masyarakat untuk bekerja.
"Mohon kami sesama masyarakat sipil tidak dibenturkan. Pemerintah sudah memiliki dasar hukum Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan yang menjamin bahwa pengetatan wilayah, pembatasan wilayah, karantina wilayah. Ketika dilakukan pengetatan di satu sisi, pemerintah memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan dasar," jelasnya.
Lebih lanjut, Irma mengasumsikan ketika pemerintah melakukan pengetatan di wilayah, maka itu merupakan implementasi UU Kekarantinaan Kesehatan. Namun, dia menyayangkan ketika ada warga yang melanggar aparat bertindak represif.
"Jadi apa yang seharusnya selama ini yang dilakukan dengan wilayah-wilayah dibatasi, dikasih sekat, saya asumsikan itu mengimplementasikan sebagian dari UU Kekarantinaan Kesehatan. Itu diimplementasi. Sayangnya, masyarakat direpresi ketika melanggar, tetapi pemerintah tidak memberi bantuan kebutuhan dasar. Bantuan sosial belum cair," ucapnya.
Sementara Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati berpendapat, pemerintah sedang mengakali hukum. Caranya, melalui aparat pemerintah menerapkan UU Kekarantinaan Kesehatan untuk memberi sanksi kepada para pelanggar PPKM darurat. Tetapi, kata dia, dasar pelaksanaan PPKM darurat bukan dari UU itu.
Diketahui, PPKM darurat berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2021. Sementara di UU Kekarantinaan Kesehatan, PPKM darurat tidak termuat dan hanya mengatur karantina rumah, karantina wilayah, karantina rumah sakit, dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
"Ketika pembatasan, dia (pemerintah) menggunakan (peraturan) yang lain, dan jelas itu maksudnya untuk mengakali hukum agar kewajiban yang ada di dalam UU 6/2018 (Kekarantinaan Kesehatan) tidak dipenuhi oleh pemerintah dan tidak diberikan kepada masyarakat. Misalnya saja terkait dengan kebutuhan pangan. Bahkan tidak hanya manusia, tetapi juga hewan (ternak)," jelas Asfinawati.