Amnesty International Indonesia memandang upaya pemerintah untuk memulangkan eksil (eks-Mahasiswa Ikatan Dinas/Mahid) ke Indonesia masih jauh dari kata keadilan. Upaya pemulangan ini diketahui dari pertemuan Menkopolhukam Mahfud MD dan Menkumham Yasonna H Laoly dengan eks Mahid di Belanda, Minggu (27/8) waktu setempat.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, negara perlu mengungkapkan permohonan permintaan maaf. Langkah ini sebagai bagian dari keadilan yang harus dipenuhi.
“Jauh dari cukup (pemulangan),” kata Usman kepada Alinea.id, Senin (28/8).
Usman menyebut, tidak hanya permintaan maaf, korban pada 1965 itu perlu mengungkap kebenaran dari kasus tersebut. Tidak lupa dengan penegakan keadilan.
Sebab harapan itu merupakan bagian dari hak-hak para eksil. Mereka dianggap menjadi korban dari pelanggaran berat HAM.
Cara pemerintah dalam pertemuan tersebut disebut kurang mencerminkan permohonan yang benar terhadap hukum HAM. Entah itu hukum internasional maupun nasional.
Bahkan, respons itu juga kurang konsisten dengan pernyataan Presiden Jokowi pada awal tahun ketika menerima laporan hasil Tim PPHAM. Padahal, telah mengakui dan menyesalkan terjadinya peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk peristiwa 65.
Belum lagi, memberi kesan bahwa political will pemerintah masih rendah. Apalagi dengan adanya pernyataan eufemistik dan sinus yang menurutnya tidak perlu.
“Kami menyesalkan respons yang diberikan oleh perwakilan pemerintah yang hadir dalam pertemuan tersebut. Respons itu kurang mencerminkan pemahaman yang benar terhadap hukum hak asasi manusia baik dalam hukum internasional maupun hukum nasional,” ungkapnya.
Sebelumnya, kedua menteri ini berdialog perihal persoalan pelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu serta kebijakan keimigrasian, kewarganengaraan dan repatriasi.
Dalam pertemuan di Gedung De Schakel, Amsterdam, Belanda itu, Mahfud menjelaskan, pemerintah telah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat.
“Berdasarkan Inpres Nomor 2 Tahun 2023, para korban yang telah diverifikasi dapat berkunjung ke Indonesia dengan lebih mudah," kata Mahfud dalam keterangan tertulisnya pada Minggu (27/8).