Sri Mulyani: investor Merpati Airlines harus kuat modal
Sidang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT Merpati Nusantara Airlines dijadwalkan akan berlangsung pada Rabu 14 November 2018. Pemerintah masih mempertimbangkan untuk menerbangkan kembali maskapai milik negara, Merpati Airlines.
Jika dalam sidang PKPU tersebut Merpati Airlines dinyatakan layak untuk bangkit lagi. Maka, maskapai perintisan milik negara tersebut untuk kembali mengundara, setelah vakum sejak 2013.
Meski begitu pemerintah belum dapat memastikan kalau Merpati bakal kembali terbang. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan harus memastikan terlebih dahulu siapa yang akan membantu negara untuk membiayai perseroan tersebut. Sebab perusahaan membutuhkan injeksi kapital baru.
"Siapapun yang sudah dinegosiasi sama PT PPA (Perusahaan Pengelola Aset - Persero), tentu saya berharap bahwa mereka memiliki kredibilitas karena yang saya inginkan adalah selalu track record," ujar Sri Mulyani pada Senin (12/11).
Lanjut dia, apabila para investor memiliki modalitas yang kredibel. Maka, pihaknya pun akan siap untuk mendukung.
Meski begitu, kalaupun perusahaan dinyatakan bangkrut maka pemerintah kata Sri Mulyani hanya mendapatkan sisa-sisa dari pinjaman yang sudah disalurkan dan tidak bisa dikembalikan.
Terpenting saat ini kata Menkeu adalah nilai ekonomis dan nilai finansial yang bagus. Plus, bagaimana menciptakan nilai tambah di dalam perekonomian yang pemerintah harapkan. Sri Mulyani juga telah mendorong PT PPA untuk melakukan uji kelayakan terhadap apapun skenario yang investor tawarkan kepada pemerintah.
Sebagaimana diketahui, Presiden Direktur Merpati Nusantara Airlines, Asep Ekanugraha mengatakan sudah memperoleh komitmen dari investor yang akan mengucurkan dana sebesar Rp6,4 triliun. Dana investor tersebut, bakal dimanfaatkan manajemen Merpati Airlines agar maskapai tersebut bisa terbang kembali.
Komitmen pendanaan tersebut didapat dari Intra Asia Corpora. Investor dalam negeri ini terafiliasi dengan Asuransi Intra Asia dan PT Cipendawa yang sempat terdaftar di Bursa dengan kode emiten CPDX.
Seperti diketahui, Merpati Airlines yang sejak 1 Februari 2014 berhenti beroperasi akibat kesulitan keuangan akan beroperasi lagi pada 2019 menyusul pelaksanaan restrukturisasi dan revitalisasi perusahaan.
Dana segar
Sementara itu, Asep pada akhir pekan lalu mengatakan perusahaan bakal beroperasi pada tahun depan. Rencananya penerbangan tahun depan akan dilakukan di Biak, Provinsi Papua, yang selama ini merupakan salah satu basis utama Merpati.
Sekalipun Merpati sejak 1 Februari 2014 tidak beroperasi, bukan berarti manajemen berdiam diri dan tidak ada upaya untuk menghidupkan lagi. Tapi manajemen terus meyakinkan pemerintah dan swasta agar mau mengoperasikan lagi, walaupun tidak mudah dan berliku.
Manajemen katanya, sejak perusahaan tidak beroperasi hingga kini terus melakukan pembenahan di internal seperti dengan menyelesaikan hak karyawan yang tidak digaji selama ini. Serta berupaya meyakinkan pemerintah dan mengundang investor swasta untuk investasi.
Saat ini pemerintah, khususnya Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan, serta investor swasta telah menyatakan Merpati perlu dihidupkan kembali mengingat keberadaannya diyakini sangat dibutuhkan untuk mengimbangi maskapai swasta yang ada saat ini.
"Sudah ada investor swasta yang bersedia menanamkan Rp6,4 triliun untuk mengoperasikan kembali Merpati dan saat ini adalah momentum yang tepat untuk perusahaan berkiprah lagi di bisnis penerbangan," kata Asep.
Dia optimistis beroperasinya Merpati akan bisa bersaing dengan maskapai penerbangan lain yang ada saat ini, mengingat ceruk pasar penerbangan di Indonesia masih terbuka luas. Salah satu dukungan yang diberikan pemerintah antara lain dengan banyaknya dibangun sejumlah bandar udara di beberapa daerah, serta ditetapkannya 10 destinasi wisata.
Sepuluh destinasi pariwisata yang menjadi prioritas pemerintah adalah Danau Toba (Sumut), Belitung (Babel), Tanjung Lesung (Banten), Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Candi Borobudur (Jateng), Gunung Bromo (Jatim), Mandalika Lombok (NTB), Pulau Komodo (NTT), Taman Nasional Wakatobi (Sulawesi Tenggara), dan Morotai (Maluku Utara).
Perusahaan nantinya dalam mengoperasikan penerbangan, kata Asep, tidak menggunakan pesawat Boeing atau Airbus tapi akan menggunakan pesawat produksi Rusia.
"Tapi pesawat yang kita gunakan adalah buatan Rusia dan bukan yang pernah kecelakaan di Gunung Salak," katanya tanpa mau menyebut jenis pesawat dimaksud.
Dikatakan pula, pihaknya dalam mengoperasikan MNA tahun depan tidak akan bermain di segmen maskapai penerbangan bertarif rendah (LCC). Selain akan lebih menyasar penerbangan di wilayah Indonesia timur, pihaknya juga akan melakukan penerbangan ke wilayah Indonesia barat yang dinilai sangat potensial juga memungkinkan ke luar negeri.
"Kami sudah belajar dari kejatuhan perusahaan dan saatnya menatap ke depan yang lebih baik. Apalagi selain pemerintah dan investor swasta yang mendukung, sudah banyak perusahaan asuransi yang ikut mendorong beroperasinya Merpati lagi," kata Asep.
Saat inipun struktur organisasi baru PT MNA (Persero) juga sudah selesai disusun dan pihak investor swasta menyatakan tidak minta jatah untuk duduk di struktur. Investor hanya mau agar dana yang sudah ditanam bisa digunakan sebaik-baiknya, sehingga perusahaan bisa meraup laba seperti yang diharapkan.
Bagi pemerintah bila Merpati beroperasi lagi, maka akan memiliki dampak positif. Selain akan menambah penerimaan pajak juga akan menyerap banyak tenaga kerja apalagi saat ini banyak pilot yang menganggur. Sementara masyarakat akan memiliki banyak pilihan untuk terbang ke beberapa daerah.