Aktivis demokrasi Syahganda Nainggolan menilai demo buruh bertajuk Aliansi Aksi Sejuta Buruh Cabut UU Omnibus Law Cipta Kerja pada Rabu kemarin di depan Gedung DPR Senayan harus mendapat perhatian pemerintah. Dia mengatakan bahwa Omnibus Law menghilangkan kesempatan buruh untuk mendapatkan upah yang layak.
“Seharusnya buruh menjadi faktor penting yang perlu mendapat perhatian pemerintah, tetapi hingga sekarang hal itu belum terjadi. Omnibus law membuat buruh tidak mendapat upah yang layak, dan menghancurkan undang-undang yang dibuat oleh rezim sebelumnya,” ucap Syahganda dalam rapat daring Narasi Institute, Jumat (12/8).
Dia mengungkapkan, Omnibus Law tidak pernah ada dalam janji kampanye Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya, sehingga undang-undang tersebut dinyatakan inkonstitusional. Oleh sebab itu, Syahganda merasa bahwa buruh memang harus bersatu untuk menggugat lewat gerakan rakyat, serta menuntut respon dari presiden.
Pada kesempatan yang sama, mantan Ketua Serikat Buruh Semen Tiga Roda, Rachmat Djatnika, memberi pemaparan mengenai kedatangan tenaga kerja asing yang mengganggu kenyamanan klaster kerja buruh.
“Harusnya yang datang sekelas manager, tapi ini malah karyawan. Padahal sudah jelas di lapangan, kalau upah buruh tidak lebih dari 6 kilo beras sehari. Sementara tenaga kerja asing yang datang, upahnya lebih besar dibanding buruh kita. Hal ini bisa menimbulkan stagnasi ekonomi ke depannya” jelas Rachmat.
Menanggapi hal itu, Koordinator Aliansi Aksi Sejuta Buruh, Mohammad Jumhur Hidayat menegaskan, aksi demo buruh akan terus digelar hingga Omnibus Law resmi dicabut.
“Rencananya bulan depan kita [Aliansi Aksi Sejuta Buruh] mau menjalankan aksi lagi. Kita harus yakin, Indonesia bisa menjadi negara Pancasila yang sesungguhnya, dan tidak menjadi penjaga malam bagi kaum oligarki,” kata Jumhur dalam rapat daring yang sama.
Pun demikian, Jumhur mengakui, kondisi tersebut tidak akan berubah hingga mendapat dukungan dari pihak yang kuat, seperti Lembaga Yudikatif dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).