Pegiat hak asasi manusia (HAM) sekaligus pengacara Papua, Veronica Koman, merespons permintaan pemerintah Indonesia kepadanya terkait pengembalian uang beasiswa senilai Rp773 jutaan. Angka itu merupakan akumulasi dari dana yang diterima saat menempuh pendidikan strata dua (S-2) di Australia pada 2016.
"Setelah mengkriminalisasi, lalu meminta Interpol untuk mengeluarkan red notice, dan mengancam untuk membatalkan paspor saya, kini pemerintah memaksa saya untuk mengembalikan beasiswa yang pernah diberikan kepada saya pada September 2016. Adapun jumlah dana yang diminta adalah sebesar IDR773.876.918," katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (12/8).
Pemerintah melalui Lembaga Pengelola Dana Pendidikan Kementerian Keuangan (LPDP Kemenkeu) menuntut Vero demikian dengan dalih tidak mematuhi ketentuan kembali ke Indonesia setelah masa studi selesai. Namun, alasan tersebut dibantahnya.
"Kenyataannya, saya kembali ke Indonesia pada September 2018 setelah menyelesaikan program master of laws di Australian National University," jelasnya.
Dirinya menerangkan, berada di Tanah Air sejak Oktober 2018. Saat itu, Vero mengabdi di Perkumpulan Advokat Hak Asasi Manusia untuk Papua (PAHAM Papua) yang berbasis di Jayapura. Lalu, pergi ke Swiss pada Maret 2019 untuk melakukan advokasi di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Dia juga sempat memberikan bantuan hukum pro bono kepada para aktivis Papua pada tiga kasus pengadilan yang berbeda di Timika, April-Mei 2019. Pada Juli 2019, lalu berkunjung ke Australia selama tiga bulan dengan menggunakan visa pribadi untuk menghadiri wisuda.
Vero lantas dipanggil Polri dan dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO), rentang Agustus-September 2019. Pada waktu sama, dia juga mengkritik kebijakan pemerintah mematikan jaringan internet di "Bumi Cenderawasih" serta mengunggah foto dan video ribuan orang Papua yang turun ke jalan mengecam rasisme dan menuntut referendum.
"Bukan hanya ancaman mati dan diperkosa kerap saya terima, namun juga menjadi sasaran misinformasi online yang belakangan ditemukan oleh investigasi Reuters sebagai dibekingi (disokong, red) dan dibiayai oleh TNI," paparnya.
"Kemenkeu telah mengabaikan fakta, bahwa saya telah langsung kembali ke Indonesia usai masa studi dan mengabaikan pula fakta bahwa saya telah menunjukkan keinginan kembali ke Indonesia apabila tidak sedang mengalami ancaman yang membahayakan keselamatan saya," tegasnya.
Karenanya, Vero meminta Menteri Keuangan, Sri Mulyani, bersikap adil dan netral dalam melihat persoalan tersebut. "Sehingga, tidak menjadi bagian dari lembaga negara yang hendak menghukum saya karena kapasitas saya sebagai pengacara publik yang memberikan pembelaan HAM Papua."