Rencana pemerintah menggelontorkan Dana Alokasi Tambahan ke Kelurahan, atau yang biasa disebut Dana Kelurahan, sempat menuai polemik di tataran elit politik, sebab dipandang bermuatan politis untuk kepentingan 2019.
Direktur Dana Perimbangan Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Putut Hari Satyaka menjelaskan, rencana tersebut tidak untuk kepentingan politis, sebab, merupakan amanat undang-undang yang telah dibahas bersama DPR.
Latar belakangnya dari UU 23 Tahun 2014 mengenai APBD. UU itu mengamanatkan untuk anggaran kelurahan diambil dari APBD minimal 5%, tapi ada Kabupaten yang keberatan, mereka tidak mampu.
"Selama ini kita berpandangan Kelurahan ini cenderung lebih maju dari Desa, padahal angka kemiskinan di Kelurahan juga banyak, sehingga pemerintah itu berinisiatif membantu Pemda untuk bisa menganggarkan anggaran kelurahan tersebut, maka dikeluarkanlah PP nomor 17 Tahun 2018 sebagai turunan UU 23 Tahun 2014, dan ini juga atas saran DPR, agar pemerintah meringankan beban Pemda. Akhirnya menganggarkan anggaran Rp3 triliun untuk kelurahan, jadi ini bukan karena kepentingan politik bagi yang tengah bersaing," paparnya dalam diskusi bertajuk "Dana Kelurahan Untuk Siapa?" yang diselenggarakan oleh Kontan di Palmerah, Jakarta, Rabu(28/11).
Dana tersebut akan difokuskan untuk pemenuhan sarana dan prasarana guna menunjang pelayanan di masyarakat. Sebab para pejabat di tingkat Kelurahan adalah ujung tombak aparatur negara. Nantinya setiap Kelurahan tidak akan menerima besaran yang sama dalam menerima anggaran kelurahan. Disesuaikan dengan kebutuhan yang diperlukan tiap kelurahan.
"Ada tiga kategori. Dihitung berdasarkan kebutuhan dan banyaknya Kelurahan di daerah itu, pertama kategori baik, dialokasikan untuk 2,805 keluruhan akan menerima Rp353,9 juta per kelurahan.
Kategori yang perlu ditingkatkan untuk 4.782 itu sebesar Rp370,1 juta per kelurahan. Sedangkan untuk kategori sangat perlu ditingkatkan itu untuk 625 kelurahan sebesar Rp384,0 juta per kelurahan," terangnya.
Hal serupa juga diungkapkan Direktur Fasilitasi Dana Perimbangan dan Pinjaman Daerah, Ditjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Mohammad Ardian. Ardian mengatakan, dana kelurahan bukanlah untuk kepentingan politik, melainkan untuk menunjang pelayanan di kelurahan.
"Silahkan digunakan sesuai instruksi kepala daerah dan yang kedua bisa digunakan untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan kelurahan yang diperlukan," jelasnya.
Alokasi Dana Tambahan bagi kelurahan ini juga bukan dimaksudkan untuk memberi kucuran dana bagi para lurah agar mengkondisikan pilihan masyarakat. Apalagi dana ini diawasi dengan sistem yang berdasarkan prinsip transparansi dan akuntabilitas.
Ada empat aktor yang mengelola Dana Kelurahan. Pertama Lurah sebagai kepala, lalu Sekretaris Kelurahan yang nanti memverifikasi penggunaannya. Kemudian kepala urusan kegiatan yang bertanggung jawab atas kegiatan. Keempat adalah Bendahara yang memegang uang, jabatan ini tak boleh dipegang oleh orang yang sama dan harus PNS.
"Kenapa tak boleh?Untuk menjaga sistem agar tidak adanya kerugian. Apabila nanti ada kelalaian individu atas pengelolaan, DAU tambahan bisa dipotong gaji untuk ganti rugi, karena kalau bukan PNS sulit untuk proses ganti ruginya,"paparnya.
Tak berhenti disitu, setiap kelurahan pun diwajibkan melaporkan pengeluaran tiap bulannya ke kecamatan, guna kepentingan tranparansi dan akuntabilitas.
Kendati demikian, Direktur Ekstekutif KPPOD Robert Endi Jaweng, menyarankan agar tiap kelurahan tetap diberikan pendampingan layaknya pengawasan dana desa. Apalagi tidak ada jaminan sumber daya manusia di kelurahan lebih baik daripada aparat desa.
Ardian berharap dana kelurahan ini bisa segera diwujudkan pada tahun depan, dan ia menargetkan semua persyaratan berkaitan dengan alokasi dana kelurahan ini bisa selesai di akhir tahun ini.
"Target kami pertengahan Desember ini selesai sudah beres semua, dan semoga 2019 sudah bisa dikucurkan,"pungkasnya.