Kasus Covid-19 semakin merajai permasalahan di dalam negeri dengan dominasi varian Omicron dengan persentasi lebih dari 90%. Namun, mendeteksi varian satu ini tidaklah mudah dan hasilnya kerap keliru.
Klinikus, vaksinator, dan pemerhati Covid-19, Soekamto Koesnoe, mengatakan, perlu ada tahapan dalam mendeteksi virus tersebut sehingga hasil yang keluar valid.
Dirinya menerangkan, ada dua tipe dalam SARS-CoV-2, yakni BA.1 dan BA.2 (son of Omicron). Tipe kedua kerap mengecoh tenaga medis dalam mendeteksi kehadirannya dengan menunjukkan hasil negatif.
"Jadi bisa false negative," kata Soekamto dalam webinar "Membangun Solidaritas dan Kesiapsiagaan Nasional dalam Mengantisipasi Lonjakan Covid-19 Varian Omicron di Indonesia" pada Sabtu (5/2).
Pada kesempatan sama, Juru bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmidzi, menyatakan, pemerintah menggunakan metode yang ada untuk melakukan pendeteksian. Metodenya adalah tes polymerase chain reaction (PCR) dan tes usap (rapid test) berbasis antigen.
Apa pun variannya, menurutnya, risiko dari Covid-19 menjadi hal yang penting disoroti. Apalagi, varian BA.2 menunjukkan hasil negatif yang keliru meski dengan pemeriksaan tes PCR metode S-gene target failure (PCR SGTF) yang disiapkan khusus untuk mendeteksi Omicron.
"Jadi, tetap saat ini yang menjadi rujukan kita adalah dengan PCR maupun pemeriksaan rapid antigen," katanya dalam kesempatan sama.
Berdasarkan data Kemenkes, jumlah kasus Omicron di Indonesia yang telah terkonfirmasi dari 15 Desember 2021-4 Februari 2022 mencapai 3.914 kasus. Secara detail, 1.815 kasus dari para pelaku perjalanan luar negeri (PPLN), dan 1.756 kasus dari non-PPLN atau lokal, dan 343 kasus hasil verifikasi lapangan.