Pemerintah belum memastikan menempuh kebijakan darurat sipil untuk menangani Covid-19. Wacana darurat sipil sempat jadi perbincangan publik sebagai opsi menanggulangi coronavirus di Indonesia, selain langkah Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku, telah mempersiapkan perangkat darurat sipil dan disampaikan ke masyarakat. "Tapi, kalau keadaannya seperti sekarang ini, ya, tentu saja tidak," ujar Jokowi dalam video conference di Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat, Selasa (31/3).
Penyiapan perangkat darurat sipil, menurut mantan Gubernur DKI itu, dilakukan karena pemerintah sudah merancang kebijakan yang akan diambil. Mulai dari skenario paling ringan, moderat, sedang, dan sampai terburuk.
"Darurat sipil itu kami siapkan apabila memang terjadi keadaan yang abnormal. Jadi, perangkat itu juga harus disiapkan dan kami sampaikan," jelas dia.
Kemarin (30/3), Juru Bicara Presiden Jokowi, Fadjroel Rachman mengklarifikasi penerapan darurat sipil dalam menangani SARS-CoV-2. Menurutnya, opsi tersebut belum diputuskan untuk diterapkan menangani pandemi Covid-19.
Saat ini, pemerintah masih pada tahap mempertimbangkan usulan pemberlakuan darurat sipil, supaya penerapan PSBB dapat dijalankan secara efektif.
"Penerapan darurat sipil, adalah langkah terakhir yang bisa jadi tidak pernah digunakan dalam kasus Covid-19," kata Fadjroel dalam keterangan resmi.
Dia menjelaskan, pernyataan Presiden Jokowi pada rapat terbatas penanggulangan Covid-19 di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, lebih menekankan agar kebijakan PSBB dilakukan lebih tegas, disiplin, dan efektif. Hal itu guna memutus mata rantai penyebaran virus corona.
Status darurat sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti UU atau Perppu Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya. Dalam Pasal 1 disebutkan tiga syarat keadaan darurat sipil atau keadaan darurat militer atau keadaan perang.
Dalam Pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa keamanan atau ketertiban hukum di seluruh wilayah atau di sebagian wilayah Negara Republik Indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan, atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa.
Alasan lain yang tercantum dalam Pasal 1 ayat 2 adalah timbul perang atau bahaya perang, atau dikhawatirkan perkosaan wilayah Negara Republik Indonesia dengan cara apapun juga.
Kemudian pada Pasal 1 ayat 3, hidup negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan-keadaan khusus, ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala-gejala yang dapat membahayakan hidup Negara.
Dalam Pasal 3, disebutkan bahwa penguasa dalam keadaan darurat sipil tetap ditangani oleh pejabat sipil yang ditetapkan presiden, dengan dibantu oleh TNI/Polri.