Kepolisian dinilai seperti menangani kasus biasa dalam mengusut skandal pemalsuan surat sakti Djoko Tjandra yang menjerat kuasa hukumnya, Anita Kolopaking. Hal itu terlihat dari tidak adanya kerja sama lintas lembaga penegak hukum dalam mengusut kasus tersebut.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani, mempertanyakan proses penanganan perkara kuasa hukum Djoko Tjandra. Setidaknya terdapat dua pertanyaan yang muncul darinya terhadap penanganan perkara Anita.
"Pertanyaan ini harusnya menjadi pemicu bagi kita. Apa iya proses penanganannya tidak dilaksanakan partikelir. Kedua, apa iya proses penanganannya tidak dilakukan secara parsial," papar Julius, dalam diskusi bertajuk "Pasca Penangkapan Djoko Tjandra: Apa Yang Harus Dilakukan?" yang disiarkan di akun Facebook ICW, Rabu (5/8).
Baginya, proses penanganan perkara Anita atas dugaan pemalsuan surat sakti Djoko Tjandra seperti menangani kasus pidana biasa. "Saya melihat pemidanaannya kayak hal-hal sepele gitu. Ah, pemalsuan surat. Jadi seperti surat tanah atau AJB biasa yang dipalsukan oleh individu sipil bukan pejabat," tutur dia.
"Jadi tidak terlibat keorganisasian untuk melakukan rekayasa termasuk dokumen negara ini," ungkap Julius.
Oleh karena itu, dia menyarankan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera turun tangan mengusut kasus tersebut. Menurutnya, lembaga antirasuah itu dapat mengusut tindak pidana korupsi dari praktik lancung oknum abdi negara atas penerbitan surat sakti tersebut.
"Sepatutnya KPK masuk tanpa perlu dipersilakan. Tanpa perlu juga menunggu untuk dilimpahkan," papar Julius. "Kenapa? Obstruction of justice itu mungkin mati karena statusnya sudah terpidana. Tetapi dugaan korupsi atas pemalsuan dokumen negara ini tidak mungkin hilang," terangnya.
Seperti diketahui, Anita Kolopaking ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus surat palsu membantu pelarian Djoko Tjandra. Dalam penetapan tersangka Anita, penyidik menyita barang bukti berupa surat jalan, surat Covid-19, surat rekomendasi kesehatan atas nama Djoko Tjandra dan Anita Kolopaking, hingga surat Kejaksaan Agung (Kejagung) kepada Bareskrim atas status hukum Djoko Tjandra.
Anita diduga melanggar Pasal 263 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penggunaan surat palsu dan Pasal 223 KUHP mengenai pertolongan terhadap terpidana.