close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi Penyakit Hepatitis Akut. Sumber Foto: Pixabay
icon caption
Ilustrasi Penyakit Hepatitis Akut. Sumber Foto: Pixabay
Nasional
Sabtu, 14 Mei 2022 14:15

Pencabutan PTM bukan solusi cegah hepatitis misterius

Pemerintah harus gerak cepat atasi hepatitis misterius demi jaga generasi selanjutnya.
swipe

Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama) menyoroti isu hepatitis misterius yang tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga dilaporkan di sejumlah negara.

Ketua IV PP Kagama dan Wakil Rektor kerja sama dan Alumni UGM, Paripurna mengatakan, isu ini akan menjadi perkara yang serius karena banyak menyerang kaum muda, terutama anak-anak. Generasi masa depan Indonesia dipertaruhkan dalam masalah ini apabila tidak ditanggulangi dengan baik.

“Hadirnya hepatitis misterius akan jadi masalah serius karena terkait penyiapan human capital dan harus segera diatasi,” kata Paripurna dalam webinar KAGAMA Health Talks #8: Mengenal dan Mencegah Hepatitis Misterius yang disiarkan daring, Sabtu (14/5).

Di sisi lain, Maxi Rein Rondonuwu mengatakan, per 13 Mei sudah dilaporkan di sistem Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ada 32 kasus. Dari jumlah itu, 15 kasus dikeluarkan dari daftar.

Hal itu dilakukan karena tidak memenuhi klasifikasi WHO. Sehingga, hanya ada 17 kasus yang kini ditangani dengan keterangan dan status sebagai kasus probable 15 kasus.

Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI itu menyebut, sejumlah gejala menjadi sorotan yang harus memang diperhatikan dalam kasus ini. Target utama pada organ hati, memunculkan sejumlah tanda yang cukup mengkhawatirkan.

“Hampir semua yang ditemukan itu gejalanya mual, nafsu makan hilang, demam menonjol, muntah-muntah, buang air kecil urine seperti teh, ada gejalanya gatal kulit itu berarti sudah tinggi, dan perubahan warna di feses,” kata Maxi dalam kesempatan serupa.

Mengingat hepatitis akut yang menyerang anak-anak sebagai kelompok rentan, maka pengawasan harus lebih ketat terutama untuk kegiatan yang melibatkan anak berusia di bawah 16 tahun, misalnya pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka (PTM). Bahkan, isu penutupan sekolah atau belajar dari rumah kembali dinaikkan.

Maxi menyebut, penutupan sekolah dan pembelajaran dari rumah dianggap kurang bijak. Penerapan protokol kesehatan dapat menjadi langkah yang diambil supaya masyarakat tetap dapat mengantar anak-anaknya untuk belajar di sekolah secara langsung.

"Saya kira itu kurang bijak karena penularannya ecaoral jadi protokol covid tetap bisa diterapkan terutama mencuci tangan dengan sabun,” ucap Maxi.

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Ayu mumpuni
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan