Dengan skor 76,34 poin, Maluku Utara dinobatkan menjadi provinsi paling bahagia menurut survei Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2021. Menariknya, Maluku Utara bukan provinsi yang punya pendapatan tinggi.
BPS mencatat, tahun 2021 produk domestik regional bruto (PDRB) per kapita atas dasar harga berlaku (ADHB) Maluku Utara Rp40,302 juta dan atas dasar harga konstan (ADHK) Rp25,104 juta. Posisi Maluku Utara ada di urutan ke-28 dari 34 provinsi dalam hal PDRB per kapita.
DKI Jakarta ada di urutan teratas PDRB per kapita tertinggi. Namun, Ibu Kota hanya menempati posisi ke-27 dalam indeks kebahagiaan versi BPS, dengan skor 70,68 poin.
Apa yang membuat indeks kebahagiaan Maluku Utara tinggi? Ternyata, meski catatan PDRB per kapitanya terbilang rendah, ekonomi Maluku Utara tengah “berlari”. Provinsi berjuluk Moloku Kie Raha itu mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Laporan Kajian Fiskal Regional Semester II 2021 untuk Maluku Utara yang diterbitkan Ditjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut, pertumbuhan ekonomi Maluku Utara pada 2021 mencapai 16,40%. Angka tersebut meningkat tajam dibandingkan 2020, yakni sebesar 4,92%. PDRB per kapita Maluku Utara ADHK tahun 2021 pun disebut laporan itu meningkat sebesar 14,60% dari tahun 2020.
“Dari sisi pengeluaran, PDRB Maluku Utara ditopang oleh komponen ekspor luar negeri, PMTB (pembentukan modal tetap bruto), impor luar negeri, dan konsumsi rumah tangga,” tulis laporan tersebut.
“Sedangkan dari sektor lapangan usaha, PDRB Maluku Utara ditopang oleh industri pengolahan serta pertanian, kehutanan, dan perikanan.”
Inflasi tahunan kalender (Desember 2021 terhadap Desember 2020) Maluku Utara sebesar 2,38% dan tingkat inflasi tahun ke tahun (Desember 2021 terhadap Desember 2020) sebesar 2,38%.
Di sisi lain, BPS mengukur indeks kebahagiaan dari tiga dimensi, yakni makna hidup, afeksi (perasaan), dan kepuasan hidup. Ada enam variabel dimensi makna hidup, antara lain kemandirian, penguasaan lingkungan, pengembangan diri, hubungan positif dengan orang lain, tujuan hidup, dan penerimaan diri.
Survei BPS menunjukkan, kemandirian penduduk Maluku Utara ada di peringkat teratas, dengan 80,67 poin. Provinsi dengan jumlah penduduk 1,3 juta jiwa itu pun unggul dalam hal hubungan positif dengan orang lain (79,38), penerimaan diri (81,88), serta penguasaan lingkungan (81,39).
BPS menekankan 10 variabel untuk kepuasan hidup, antara lain pendidikan, pekerjaan, pendapatan rumah tangga, kesehatan, kondisi rumah dan aset, hubungan sosial, keadaan lingkungan, kondisi keamanan, keharmonisan keluarga, dan ketersediaan waktu luang.
Hasilnya, pendapatan rumah tangga, hubungan sosial, keadaan keamanan, keharmonisan keluarga, serta ketersediaan waktu luang di Maluku Utara unggul dibanding 34 provinsi lain.
Sedangkan dimensi afeksi, BPS mengukur dengan tiga variabel, yakni perasaan senang, tidak cemas, dan tidak tertekan. Provinsi yang dipimpin Abdul Ghani Kasuba itu ada di peringkat teratas perasaan senang, dengan skor 84,23 poin.
Bagaimana dengan DKI Jakarta? Skor beberapa variabel dalam dimensi kepuasan hidup, perasaan, dan makna hidup penduduk Jakarta ternyata kurang baik.
Misalnya, hubungan positif dengan orang lain, DKI Jakarta ada di urutan ke-31 (71,14 poin). DKI Jakarta juga dapat angka jeblok dalam hal keadaan keamanan, yang berada di peringkat ke-32 paling tak aman (78,12 poin) setelah Banten (77,57) dan Papua (76,89).
Hubungan sosial, perasaan cemas, dan perasaan tertekan pun berada dalam urutan ke-33. Sementara keharmonisan keluarga ada di posisi ke-31.
Seorang mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Yogyakarta bernama Risalatun Nadhiroh yang pernah menjadi peserta program pertukaran mahasiswa Kampus Merdeka Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), pernah membuktikan mengapa masyarakat Maluku Utara bahagia dalam tulisannya di situs web kemendikbud.go.id, 6 Januari 2023.
Ia tinggal di Ternate, Maluku Utara selama empat bulan. Risalatun mengungkapkan, masyarakat di Ternate punya nilai moral yang tinggi, sehingga kejahatan seperti pencurian sangat jarang terjadi. Tingkat pengangguran juga rendah dan pertukaran uang cepat.
“Fakta menarik selanjutnya, masyarakat (Maluku Utara), khususnya Ternate memiliki kultur cenderung egalitarian, terbuka, dan tidak terikat aturan yang kaku, sehingga warganya dapat berekspresi secara terbuka, tanpa khawatir,” tulis Risalatun.