Pendeta dari Gereja Komunitas Anugrah Salemba, Suarbudaya Rahadian, mengaku mendengar bunyi ledakan yang diduga berasal dari tembakan saat membesuk enam aktivis Papua di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.
Tembakan tersebut hampir saja mengenai Suarbudaya yang ketika itu mendampingi keluarga para tahanan politik yakni Surya Anta, Charles Kossay, Dano Tabuni, Isay Wenda, Ambrosius Mulait, dan Arina Elopere. Menurut Suar, insiden tersebut terjadi sebelum pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih pada 20 Oktober 2019.
Suar menjelaskan, tembakan meletus ketika dirinya sedang memimpin ibadah kebaktian di ruang tertutup. Tiba-tiba terdengar suara ledakan yang menurutnya keras sekali.
“Beberapa peluru dari tembakan itu jatuh persis menimpa hampir beberapa centimeter di kepala saya,” kata Suarbudaya dalam jumpa pers di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Selasa (19/11).
Dia mengaku tidak mengetahui kandungan bahan-bahan yang terdapat dalam selongsong peluru itu. Hanya, peluru tersebut mengeluarkan asap pekat. Ketika itu, lanjut Suar, dirinya bersama rombongan yang lain meminta keluar ruangan.
Bahkan Ambrosius Mulait dan Dano Tabuni yang tengah ditahan sempat berteriak meminta tolong untuk segera dikeluarkan dari ruangan tersebut.
“Tapi, provos malah mengambil senapan laras panjang dan menyuruh kami diam,” kata dia.
Padahal, kata Suar, saat itu turut hadir pula ibunda dari Surya Anta yang sudah berusia 70 tahun. Mereka baru boleh keluar setelah 15 sampai 20 menit kemudian. Setelah itu, datang seorang komandan yang mencoba menenangkan situasi.
"Keluarga yang sudah mengalami kesulitan untuk berkunjung, harus membuat surat, diantar ke Polda Metro Jaya malam-malam, terus antre, masih juga mendapat intimidasi dan serangan seperti ini," ujar dia.
“Meskipun ini ketidaksengajaan, tapi menurut kami Polda Metro Jaya khususnya Mako Brimob patut memberikan penjelasan tentang insiden itu.”
Surya Anta sebelumnya bersama lima aktivis Papua lainnya yakni Charles Kossay, Dano Tabuni, Isay Wenda, Ambrosius Mulait, dan Arina Elopere, ditangkap Polda Metro Jaya pada dua hari berturut-turut atau pada 30 dan 31 Agustus 2019.
Mereka ditangkap setelah kedapatan membawa bendera Bintang Kejora saat melakukan aksi demonstrasi di depan Istana Merdeka, Jakarta, pada 28 Agustus 2019. Selanjutnya, mereka ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Pasal 106 dan 110 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait keamanan negara.
Sementara itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Pemnas) Mabes Polri, Kombes Pol Argo Yuwono, tidak memberikan jawaban saat dikonfirmasi terkait peristiwa tersebut. Bekas Kabid Humas Polda Metro Jaya itu hanya mengatakan bahwa berkas perkara keenam aktivis Papua yang disangkakan dengan pasal makar itu sudah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan.
"Saat ini berkas perkara sudah dinyatakan lengkap oleh jaksa dan sudah tahap kedua. Silakan ikuti dipersidangan nanti," kata Argo.