close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Tim investigasi Komnas HAM memeriksa sebuah mobil yang berkaitan dengan kasus penembakan Laskar FPI di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Senin (21/12/2020)/Foto Alinea/Ayu Mumpuni.
icon caption
Tim investigasi Komnas HAM memeriksa sebuah mobil yang berkaitan dengan kasus penembakan Laskar FPI di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Senin (21/12/2020)/Foto Alinea/Ayu Mumpuni.
Nasional
Kamis, 21 Januari 2021 15:15

Penembakan Laskar FPI, TP3 duga terjadi pembantaian terencana

Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan ungkap temuan insiden KM 50 Tol Jakarta-Cikampek.
swipe

Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) menduga terbunuhnya enam Laskar Front Pembela Islam (FPI) dalam insiden KM 50 Tol Jakarta-Cikampek telah direncanakan.

“TP3 menyakini yang terjadi adalah pembunuhan dan pembantaian yang patut diduga telah direncanakan sebelumnya,” ujar perwakilan TP3 Marwan Batubara dalam konferensi pers virtual, Kamis (21/1).

Tim yang beranggotakan Muhammad Amien Rais hingga Neno Warisman ini menilai, aparat kepolisian melampaui kewenangan dengan menggunakan cara kekerasan di luar prosedur hukum atau extrajudicial killing. Bahkan, TP3 menyebut tindakan polisi terhadap enam Laskar FPI brutal dan penghinaan terhadap proses hukum karena mengingkari asas praduga tidak bersalah dalam pencarian keadilan.

Laskar FPI, lanjut TP3, tidak membawa senjata api rakitan sehingga tidak mungkin menyerang, apalagi terjadi baku tembak antara laskar FPI dan aparat kepolisian. TP3 percaya insiden KM 50 Tol Jakarta-Cikampek merupakan pelanggaran HAM berat.

“TP3 menyatakan bahwa pembunuhan enam laskar FPI oleh aparat negara tidak sekadar pembunuhan biasa dan dikategorikan sebagai pelanggaran HAM biasa, sebagaimana dinyatakan Komnas HAM,” ujar Marwan.

Marwan menambahkan, tindakan pengintaian, penggalangan opini, penyerangan sistemik, penganiayaan, dan penghilangan paksa sebagian barang bukti adalah kejahatan kemanusiaan.

Pembunuhan enam Laskar FPI disebutnya telah melanggar perjanjian Mahkamah Pidana Internasional, sehingga perlu dituntaskan dengan pengadilan HAM, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2020.

“Penanganan kasus oleh pemerintah dan Komnas HAM (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia) yang kami nilai jauh dari harapan, serta justru cenderung berlawanan dengan kondisi objektif, dan fakta-fakta di lapangan,” ucapnya.

Berbeda dengan temuan TP3 tersebut, Komnas HAM sebelumnya menyatakan tidak menemukan indikasi pelanggaran HAM berat dalam kasus terbunuhnya enam Laskar FPI.

"Kami tidak menemukan indikasi ke arah itu (pelanggaran HAM berat)," kata Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik dalam keterangan pers virtual, Kamis (14/1).

Indikator pelanggaran HAM berat dapat ditilik dari adanya desain operasi, perintah terstruktur atau terkomando, dan repetisi. Kesimpulan pelanggaran HAM disebabkan adanya nyawa manusia yang dihilangkan. Maka, Komnas HAM merekomendasikan agar dibawa ke pengadilan pidana untuk membuktikan indikasi tindakan unlawfull killing.

Komnas HAM berharap, hasil investigasi kasus enam Laskar FPI dapat ditindaklanjuti dengan proses hukum yang berlangsung akuntabel dan transparan.

Ia pun meminta, agar masyarakat menghentikan spekulasi liar terkait kasus enam Laskar FPI dengan membangun asumsi dan kesimpulan tanpa landasan data. Menurutnya, hasil investigasi kasus ini sudah melewati proses penyelidikan mendalam, objektif, dan kredibel.

img
Manda Firmansyah
Reporter
img
Fathor Rasi
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan