Kuasa hukum Putri Candrawathi mengungkapkan bukti yang menunjukkan adanya kekerasan seksual terhadap kliennya yang diduga dilakukan oleh Brigadir Yosua atau Brigadir J. Hal itu tertuang dalam nota keberatan atau eksepsi yang disampaikan kuasa hukum dalam persidangan hari ini (17/10) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
Kuasa hukum menilai, jaksa penuntut umum (JPU) dalam dakwaannya tidak menguraikan rangkaian peristiwa dalam surat dakwaan secara utuh dan lengkap berdasarkan fakta.
"Bahwa dengan pengesampingan fakta yang krusial oleh Jaksa Penuntut Umum dalam surat dakwaan tersebut dapat mengaburkan peristiwa kekerasan seksual yang dilakukan Nofriansyah Yosua Hutabarat kepada terdakwa Putri Candrawathi yang terjadi di Magelang," ujar salah satu perwakilan kuasa hukum Putri di persidangan.
Menurut mereka, peristiwa kekerasan seksual tersebut terkonfirmasi melalui beberapa bukti. Di antaranya, keterangan korban kekerasan seksual yakni Putri candrawathi yang telah disampaikan dalam BAP tanggal 26 Agustus 2022; serta hasil pemeriksaan psikologi forensik Nomor: 056/E/HPPF/APSIFOR/IX/2022 tertanggal 6 September 2022.
Selain itu, kuasa hukum menyebut peristiwa kekerasan seksual juga terkonfirmasi berdasarkan keterangan ahli yang tertuang dalam BAP Dra. Reni Kusumo Wardhani, M.Psi., Psikolog halaman 18 tertanggal 9 September 2022.
"Yang pada pokoknya menyatakan bahwa didapatkan informasi yang konsisten dari Putri Candrawathi dan saksi Ferdy Sambo. Menurut Putri Candrawathi telah terjadi kekerasan seksual tersebut merupakan suatu tindakan yang tidak diduga serta tidak dikehendakinya yang menurut Putri Candrawathi dilakukan oleh Nofriansyah Yosua Hutabarat," jelas kuasa hukum.
Kemudian, lanjut kuasa hukum, dalam BAP tersebut disebutkan juga perihal kondisi psikis klien mereka. "Bahwa ditemukan adanya kondisi psikologis yang buruk pada Putri Candrawathi berupa simptom depresi dan reaksi trauma yang akut." Selain itu, hasil pemeriksaan psikologi forensik juga mengungkapkan tidak adanya indikasi melebih-lebihkan.
"Bahwa ditemukan dari integrasi hasil tes tidak ada indikasi ke arah malingering (tidak melebih-lebihkan kondisi psikologis yang dialami). Bahwa informasi yang disampaikan Putri Candrawathi, yang menurut Putri Candrawathi dirinya mengalami kekerasan seksual oleh Nofriansyah Yosua Hutabarat berkesesuaian dengan indikator keterangan yang kredibel," papar kuasa hukum.
Adapun bukti lain yang disampaikan kuasa hukum terkait pembuktian peristiwa kekerasan seksual tersebut berupa bukti petunjuk atau bukti tidak langsung (circumstantial evidence).
"Yang pada pokoknya membuktikan adanya kondisi terdakwa Putri Candrawathi ditemukan dalam keadaan tidak berdaya di depan kamar mandi lantai 2 rumah Magelang oleh saksi Susi dan saksi Kuat Ma’ruf," terang mereka.
Oleh karenanya, kuasa hukum menilai hal tersebut mencederai aspek esensial surat dakwaan yang pada dasarnya merupakan landasan pemeriksaan perkara tindak pidana serta sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan oleh majelis hakim.
Menurut mereka, pengesampingan fakta-fakta yang krusial dapat menyebabkan tidak tercapainya rasa keadilan bagi semua pihak, baik bagi terdakwa ataupun korban. "Perlu dipertanyakan kenapa Penuntut Umum tidak menguraikan dan bahkan menghilangkan sebagian rangkaian peristiwa penting sehingga rangkaian peristiwa tersebut tidak utuh dan lengkap. Hal tersebut melanggar Pasal 142 ayat (2) huruf b KUHAP sehingga berdasarkan Pasal 143 ayat (3) KUHAP surat dakwaan Penuntut Umum harus dinyatakan batal demi hukum," ucap kuasa hukum.