close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Massa yang tergabung dalam Barisan Rakyat Bebaskan Tahanan Politik melakukan aksi unjuk rasa di Jalan Asia Afrika, Bandung, Jawa Barat, Senin (21/10).AntaraFoto
icon caption
Massa yang tergabung dalam Barisan Rakyat Bebaskan Tahanan Politik melakukan aksi unjuk rasa di Jalan Asia Afrika, Bandung, Jawa Barat, Senin (21/10).AntaraFoto
Nasional
Selasa, 19 November 2019 15:37

Pengacara tapol Surya Anta persoalkan pemindahan kliennya

Pelimpahan dan pemindahan dilakukan tanpa ada surat pemberitahuan secara resmi kepada kuasa hukum dan keluarga.
swipe

Polda Metro Jaya dinilai melakukan tindakan tidak etis saat pelimpahan perkara tahanan politik (tapol) Surya Anta dan lima rekannya kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat (Jakpus), Senin (18/11).

Tim advokasi Papua Okky Wiratama, mengatakan, pelimpahan dan pemindahan dilakukan tanpa ada surat pemberitahuan secara resmi kepada kuasa hukum dan keluarga. Polda Metro Jaya terkesan bertindak tidak etis karena pemberitahuan hanya dilakukan melalui pesan Whatsapp.

"Polda Metro Jaya melakukan pemberitahuan melalui WhatsApp. Dilakukan H-1 dan minus beberapa jam saja, malam hari. Hari minggu sekitar pukul sembilan malam, melalui WA," tutur Okky dalam jumpa pers di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Selasa (19/11).

Padahal seharusnya ketika melakukan pemindahan, Polda Metro Jaya memberikan surat secara resmi kepada kuasa hukum dan keluarga.

Istri tapol Surya Anta Ginting, Lucia Francisca memberikan kesaksiannya. Dia menyebutkan tiba-tiba saja mendapatkan telepon dari Surya Anta sebelum dipindahkan. Dalam sambungan telepon tersebut, Surya mengatakan akan dipindahkan ke Kejari Jakpus.

Mengetahui kabar tersebut, dia mengaku kaget sebab Polda Metro Jaya tidak memberikan informasi terkait pemindahan itu. Surya sendiri menelepon dirinya dengan menggunakan gawai milik salah satu penyidik, ketika Surya hendak dipindahkan.

Sebelumnya, Polda Metro Jaya menyerahkan berkas dan tersangka kasus dugaan makar Surya Anta dan lima rekannya, ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Senin (18/11). Pelimpahan tahap dua ini dilakukan menyusul pernyataan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta kalau berkas perkara telah lengkap atau berstatus P21.

Surya Anta bersama lima aktivis Papua lainnya, Charles Kossay, Dano Tabuni, Isay Wenda, Ambrosius Mulait, dan Arina Elopere, ditangkap Polda Metro Jaya pada 30 dan 31 Agustus 2019.

Mereka ditangkap setelah kedapatan membawa bendera Bintang Kejora saat melakukan aksi demonstrasi di depan Istana Merdeka, Jakarta, pada 28 Agustus 2019. Mereka ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Pasal 106 dan 110 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait keamanan negara.

Terkait itu, Tim Advokasi Papua Okky Wiratama, membacakan sikap kuasa hukum dan keluarga berkenaan dengan kasus tahanan politik (tapol) Surya Anta dan lima aktivis Papua lainnya.

Pertama, menyatakan tindakan Polda Metro Jaya yang menangani perkara ini tidak profesional dan unprosedural. Kedua, menolak segala bentuk upaya perlakuan berbeda/mendiskriminasi yang dilakukan Polda Metro Jaya terhadap pembatasan akses terhadap kuasa hukum dan keluarga. Ketiga, menyatakan telah terjadi dugaan pelanggaran struktural yang dilakukan Polda Metro Jaya dan Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk sengaja memperlama proses preperadilan. Keempat, menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sudah seharusnya melakukan asas/prinsip proses peradilan yang cepat, dan sederhana dan haruslah menghindari upaya justice delay.

Pernyataan sikap tersebut dikeluarkan, sebab selama ini Polda Metro Jaya dianggap bertindak di luar prosedur dan tidak etis dalam menangani kasus yang melibatkan Surya Anta dan lima kawannya.

Beberapa di antaranya adalah penangkapan yang dilakukan di asrama Lani Jaya, Depok, Jawa Barat. Dalam proses tersebut, Polda Metro Jaya tidak memberikan surat berita penangkapan. Selain itu, penetapan tersangka dilakukan secara kilat, yakni dua hari saja.

"Harus dipanggil saksi dahulu, digelar perkara, dan ditetapkan sebagai tersangka. Dipanggil sebagai tersangka, lalu bisa ditahan. Tidak bisa langsung ditangkap," ucap Okky.

Terkait pembatasan terhadap tersangka, dia menilai hal itu tidak bisa dilakukan. Merujuk Pasal 70 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), kuasa hukum berhak menghubungi dan berbicara dengan tersangka pada setiap waktu untuk kepentingan pembelaan perkaranya.

Tak hanya itu, Okky menuturkan keberadaan selongsong peluru nyasar kepada keluarga yang sedang menjenguk para tapol di Mako Brimob, Depok, Jawa Barat dan adanya diskriminasi terhadap penasihat hukum dan keluarga dalam berkunjung ke Mako Brimob.

"Lalu yang keenam, ketidakhadiran Polda Metro Jaya pada sidang perdana praperadilan dan Hakim Tunggal praperadilan, kami menduga telah sengaja memperlama proses persidangan," ucap Okky.

img
Akbar Ridwan
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan