close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung berjalan meninggalkan gedung KPK seusai diperiksa di Jakarta, Rabu (3/1/2018)./AntaraFoto
icon caption
Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung berjalan meninggalkan gedung KPK seusai diperiksa di Jakarta, Rabu (3/1/2018)./AntaraFoto
Nasional
Jumat, 04 Januari 2019 17:17

Pengadilan Tinggi DKI perberat hukuman Syafruddin Arsyad

Syafruddin dijatuhi hukuman pidana 15 tahun penjara dengan denda Rp1 miliar dan subsider 3 bulan kurungan.
swipe

Pengadilan Tinggi DKI memperberat hukuman pidana terhadap terdakwa kasus penerbitan surat keterangan lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Syafruddin Arsyad Temenggung. Syafruddin dijatuhi hukuman pidana 15 tahun penjara dengan denda Rp1 miliar dan subsider 3 bulan kurungan. 

Sebelumnya, hakim Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat hanya memvonis Mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dengan hukuman pidana 13 tahun penjara, denda Rp700 juta serta subsider 3 bulan kurungan.

Namun kemudian, Syafruddin mengajukan banding lantaran tidak terima dengan vonis tersebut. Akan tetapi, setelah banding dikabulkan, vonis justru diberatkan.

Hasil tersebut kemudian disambut baik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hukuman itu sesuai dengan tuntutan Jaksa meski berbeda dalam jumlah subsider kurungan yang awalnya diajukan jaksa yaitu selama enam bulan lamanya. 

"Putusan PT DKI dalam kasus BLBI ini tentu kami sambut baik, karena sudah sesuai dengan tuntutan KPK 15 tahun penjara dan denda Rp1 Milyar meski masih ada perbedaan pidana kurungan pengganti yang jadi tiga bulan," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam keterangan tertulis yang diterima Alinea.id, Jumat (4/1). 

Hasil putusan banding itu menunjukkan bahwa sejak awal kasus BLBI bergulir, mulai dari proses penyidikan, penuntutan hingga persidangan, semuanya dilakukan dengan hati-hati dan bukti yang meyakinkan. 

"Sehingga sejumlah perdebatan tentang apakah ini di ranah pidana atau perdata, mengkriminalisasi kebijakan atau tidak, dan hal lain, sudah terjawab dalam putusan ini. Setidaknya sampai saat ini di tingkat PT demikian," imbuhnya.

Febri pun mengatakan, KPK siap jika Syafruddin hendak mengajukan Kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi DKI. 

"Jika pihak terdakwa mengajukan Kasasi, kami pastikan KPK akan menghadapi hal tersebut. Nanti kita lihat apa sikap pihak terdakwa terhadap putusan PT DKI ini," tegasnya. 

Syafruddin Arsyad Temenggung divonis karena terbukti melakukan penghapusan piutang Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) yang dimiliki Sjamsul Nursalim sehingga merugikan keuangan negara hingga Rp4,58 triliun.

Dalam putusan tingkat pertama, hakim menyebut Syafruddin disebut terbukti melakukan korupsi bersama dengan pihak lain, yaitu Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih S Nursalim, serta Dorojatun Kuntjoro Jakti selaku Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) dalam penerbitan SKL itu. 

Ia disebut menghapus piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin PT Dipasena Citra Darmadja dan PT Wachyuni Mandira serta surat pemenuhan kewajiban pemegang saham meski Sjamsul belum menyelesaikan kewajibannya yang seolah-olah piutang lancar atau misrepresentasi.

BDNI sendiri ditetapkan hakim sebagai Bank Beku Operasi (BBO) yang pengelolaannya dilakukan oleh Tim Pemberesan yang ditunjuk BPPN dan didampingi oleh Group Head Bank Restrukturisasi. 

BDNI pun dikategorikan sebagai bank yang melakukan pelanggaran hukum atau transaksi yang tidak wajar yang menguntungkan Sjamsul Nursalim. 

Dalam proses pengembangan penanganan perkara BLBI ini, Febri menyebutkan penyidik KPK telah meminta keterangan kepada sekitar 26 saksi yang berasal dari unsur BPPN, KKSK, dan swasta.


 

img
Soraya Novika
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan