close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Sejumlah suporter PSM Makassar membentangkan spanduk sebagai bentuk protes terhadap sistem sepakbola Indonesia saat pertandingan antara PSM Makassar melawan PSMS Medan pada Lanjutan Liga 1 2018 di Stadion Andi Mattalatta Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu
icon caption
Sejumlah suporter PSM Makassar membentangkan spanduk sebagai bentuk protes terhadap sistem sepakbola Indonesia saat pertandingan antara PSM Makassar melawan PSMS Medan pada Lanjutan Liga 1 2018 di Stadion Andi Mattalatta Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu
Nasional
Kamis, 10 Januari 2019 22:38

Pengakuan Bambang Suryo: Pengaturan skor hingga judi bola internasional

Bambang Suryo mengaku sebagai runner pengaturan skor di sepak bola Indonesia.
swipe

Reporter Alinea.id menemui Bambang Suryo di area restoran yang ada di Malang Town Square, Malang, Jawa Timur, Rabu (9/1) siang. Ketika itu, Bambang, yang mengenakan kemeja biru kotak-kotak, ditemani istri dan anaknya.

Masih segar dalam ingatan kita, Bambang Suryo pernah menghebohkan publik penggemar sepak bola di tanah air, atas pernyataannya di program acara Mata Najwa episode “PSSI Bisa Apa?” di salah satu stasiun televisi swasta pada November 2018 lalu. Di acara itu, Bambang mengungkap praktik kotor pengaturan skor yang ada di sepak bola Indonesia.

Bambang kembali muncul di acara Mata Najwa episode "PSSI Bisa Apa? Jilid 2"" pada 19 Desember 2018. Saat itu, Bambang malah diserang oleh pernyataan pelatih PS Ngada Kletus Marcelinus Gabhe. Kletus menyatakan, Bambang menawari untuk mengatur pertandingan antara PS Ngada melawan Persekam Metro FC di Liga 3.

Kenal sepak bola hingga suap

Bambang bukan orang baru di dunia sepak bola negeri ini. Saat berusia muda, dia pernah ikut kompetisi Pelajar Asia pada 1984-1985, bergabung bersama klub Setia Surabaya. Ketika itu pula dia mulai berkenalan dengan suap menyuap dalam dunia sepak bola.

“Saya dulu bermain bola, sekolah, dibiayai oleh Pak Tikno, cukong di Surabaya. Jadi, saya memang sudah tahu masalah suap menyuap sejak bermain di Setia Surabaya,” ujarnya saat ditemui reporter Alinea.id di Malang, Jawa Timur, Rabu (9/1).

Pada 1989, lepas belajar si kulit bundar di akademi, dia mulai menjejak ke liga profesional. Dia masih ingat, klub pertamanya adalah Persijatim, sebuah klub yang bermarkas di Jakarta Timur. Sekarang, klub itu menjadi Sriwijaya FC, bermarkas di Palembang.

“Dulu yang merekomendasikan saya masuk ke Persijatim itu Pak Vigit Waluyo. Saya kenal Vigit sejak di Gelora Dewata Bali,” katanya.

Bambang Suryo pernah terlibat dalam pengaturan skor sejumlah pertandingan di Liga Indoensia pada 2010-2015. /Alinea.id/Annisa Saumi.

Vigit termasuk salah seorang yang tengah dibidik Satgas Antimafia Bola. Beberapa waktu lalu, Komite Disiplin Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) sudah memberikan hukuman kepada Vigit, dilarang berkecimpung di sepak bola seumur hidup.

Vigit disebut-sebut merupakan aktor di balik pengaturan skor di babak delapan besar Liga 2 antara PS Mojokerto Putra melawan Aceh United pada 19 November 2018. Dia sendiri adalah pengelola PS Mojokerto Putra.

Dalam laga itu, Aceh United menang 3-2. Diduga, PS Mojokerto Putra sengaja mengalah. Salah satu kejanggalannya, tendangan penalti yang dieksekusi penyerang PS Mojokerto Putra Krisna Adi Darma, meleset jauh dari sasaran.

Pada 28 Desember 2018 lalu, Vigit secara mengejutkan menyerahkan diri ke Kejaksaan Negeri Sidoarjo, dengan kasus berbeda. Dia terjerat kasus korupsi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Sidoarjo, dengan kerugian negara Rp3 miliar, dan masuk daftar pencarian orang (DPO) sejak Juli 2018.

Nama Vigit pernah pula disinggung dalam acara Mata Najwa episode PSSI Bisa Apa? pada November 2018 lalu. Dalam acara itu, Bambang pun hadir sebagai narasumber.

Menyoal Vigit, hubungannya dengan Bambang memang dekat. Bahkan, Bambang menyebut Vigit dengan panggilan Bos Vigit.

“Saya tahu persis keluarganya Bos Vigit bagaimana, istrinya Bos Vigit bagaimana, dan Vigit juga tahu siapa saya. Jadi, kalau dikatakan saya ada dendam pribadi ya tidak ada,” ujar Bambang.

Awal Bambang meniti karier di lapangan hijau, Vigit bahkan sempat membantunya pindah dari Gelora Dewata Bali ke Persijatim. Di Gelora Dewata Bali, Bambang mengakui dirinya sulit mendapat menit bermain. Hanya menjadi pemanas di bangku cadangan.

Dari klub Jakarta Timur itu, Bambang kemudian melanglangbuana dari satu klub ke klub lainnya. Dia menjajal PSS Asahan, Persiraja Banda Aceh, Persijap Jepara, hingga gantung sepatu pada 2008. Persibabar Bangka Barat merupakan persinggahan terakhir Bambang.

Reporter Alinea.id menemui Bambang Suryo di area restoran yang ada di Malang Town Square, Malang, Jawa Timur, Rabu (9/1) siang. Ketika itu, Bambang, yang mengenakan kemeja biru kotak-kotak, ditemani istri dan anaknya.

Masih segar dalam ingatan kita, Bambang Suryo pernah menghebohkan publik penggemar sepak bola di tanah air, atas pernyataannya di program acara Mata Najwa episode “PSSI Bisa Apa?” di salah satu stasiun televisi swasta pada November 2018 lalu. Di acara itu, Bambang mengungkap praktik kotor pengaturan skor yang ada di sepak bola Indonesia.

Bambang kembali muncul di acara Mata Najwa episode "PSSI Bisa Apa? Jilid 2"" pada 19 Desember 2018. Saat itu, Bambang malah diserang oleh pernyataan pelatih PS Ngada Kletus Marcelinus Gabhe. Kletus menyatakan, Bambang menawari untuk mengatur pertandingan antara PS Ngada melawan Persekam Metro FC di Liga 3.

Kenal sepak bola hingga suap

Bambang bukan orang baru di dunia sepak bola negeri ini. Saat berusia muda, dia pernah ikut kompetisi Pelajar Asia pada 1984-1985, bergabung bersama klub Setia Surabaya. Ketika itu pula dia mulai berkenalan dengan suap menyuap dalam dunia sepak bola.

“Saya dulu bermain bola, sekolah, dibiayai oleh Pak Tikno, cukong di Surabaya. Jadi, saya memang sudah tahu masalah suap menyuap sejak bermain di Setia Surabaya,” ujarnya saat ditemui reporter Alinea.id di Malang, Jawa Timur, Rabu (9/1).

Pada 1989, lepas belajar si kulit bundar di akademi, dia mulai menjejak ke liga profesional. Dia masih ingat, klub pertamanya adalah Persijatim, sebuah klub yang bermarkas di Jakarta Timur. Sekarang, klub itu menjadi Sriwijaya FC, bermarkas di Palembang.

“Dulu yang merekomendasikan saya masuk ke Persijatim itu Pak Vigit Waluyo. Saya kenal Vigit sejak di Gelora Dewata Bali,” katanya.

Bambang Suryo pernah terlibat dalam pengaturan skor sejumlah pertandingan di Liga Indoensia pada 2010-2015. /Alinea.id/Annisa Saumi.

Vigit termasuk salah seorang yang tengah dibidik Satgas Antimafia Bola. Beberapa waktu lalu, Komite Disiplin Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) sudah memberikan hukuman kepada Vigit, dilarang berkecimpung di sepak bola seumur hidup.

Vigit disebut-sebut merupakan aktor di balik pengaturan skor di babak delapan besar Liga 2 antara PS Mojokerto Putra melawan Aceh United pada 19 November 2018. Dia sendiri adalah pengelola PS Mojokerto Putra.

Dalam laga itu, Aceh United menang 3-2. Diduga, PS Mojokerto Putra sengaja mengalah. Salah satu kejanggalannya, tendangan penalti yang dieksekusi penyerang PS Mojokerto Putra Krisna Adi Darma, meleset jauh dari sasaran.

Pada 28 Desember 2018 lalu, Vigit secara mengejutkan menyerahkan diri ke Kejaksaan Negeri Sidoarjo, dengan kasus berbeda. Dia terjerat kasus korupsi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Sidoarjo, dengan kerugian negara Rp3 miliar, dan masuk daftar pencarian orang (DPO) sejak Juli 2018.

Nama Vigit pernah pula disinggung dalam acara Mata Najwa episode PSSI Bisa Apa? pada November 2018 lalu. Dalam acara itu, Bambang pun hadir sebagai narasumber.

Menyoal Vigit, hubungannya dengan Bambang memang dekat. Bahkan, Bambang menyebut Vigit dengan panggilan Bos Vigit.

“Saya tahu persis keluarganya Bos Vigit bagaimana, istrinya Bos Vigit bagaimana, dan Vigit juga tahu siapa saya. Jadi, kalau dikatakan saya ada dendam pribadi ya tidak ada,” ujar Bambang.

Awal Bambang meniti karier di lapangan hijau, Vigit bahkan sempat membantunya pindah dari Gelora Dewata Bali ke Persijatim. Di Gelora Dewata Bali, Bambang mengakui dirinya sulit mendapat menit bermain. Hanya menjadi pemanas di bangku cadangan.

Dari klub Jakarta Timur itu, Bambang kemudian melanglangbuana dari satu klub ke klub lainnya. Dia menjajal PSS Asahan, Persiraja Banda Aceh, Persijap Jepara, hingga gantung sepatu pada 2008. Persibabar Bangka Barat merupakan persinggahan terakhir Bambang.

Terlibat pengaturan skor

Sejak pensiun, Bambang menjadi pelatih. Dia menyebut, dirinya adalah pelatih bayangan. Sebab, pelatih klub ada lagi, sedangkan dia hanya mengontrol semuanya. Dia pernah menangani Matapura FC dan Kanjuruhan FC.

“Saya juga punya tim di Malang, namanya PS Dragonball dan Amarta, itu klub internal asosiasi Kota Malang, nonliga. Cuma ada pembibitan di situ. Klub-klub itu mencetuskan pemain-pemain, seperti Catur Pamungkas, M. Soleh, dan Jefri Kurniawan,” katanya.

Selain menjadi pelatih, Bambang juga menjadi agen pemain. Dia bergabung dengan manajemen Mutiara Hitam Tangerang, milik mantan pemain tim nasional Kamerun yang juga pernah menjajal Liga Indonesia, Jules Denis Onana.

Pada 2010, Bambang mulai bermain match fixing (pengaturan skor). Saat itu, Bambang bersama “orang besar di Indonesia”, dan salah satu agen terbesar di Indonesia, berinisial JB, berada di Malaysia.

“Ada tawaran dari seseorang untuk kami bertiga, ‘bisa ngontrol enggak?’ Akhirnya ditemukanlah saya dengan big bos di Singapura. Mereka ngontrol banyak pertandingan,” kata Bambang.

Menurut pengakuannya, semua tim yang berlaga di Liga Indonesia bisa dipastikan pernah terlibat dalam pengaturan skor. Tak peduli kasta, dari Liga 1 hingga Liga 3.

“Tak ada tim yang benar-benar bersih,” ujarnya.

Ketua Umum Paguyuban Suporter Timnas Indonesia (PSTI) Ignasius Indro (kanan) bersama Anggota Paguyuban Suporter Timnas Indonesia (PSTI) Emerson Yuntho (kiri) membawa poster dukungan sebelum beraudiensi dan memberi dukungan Satgas Polri untuk Pemberantasan Mafia Sepak Bola di Krimum, Polda Metrojaya, Jakarta, Jumat (28/12/2018). (Antara Foto).

Selama empat tahun, Bambang mengaku sudah banyak mengatur pertandingan di seluruh Indonesia. “Seluruh tim ini kita ‘kondisikan’. Saya sampai lupa klub apa yang pertama kali saya atur,” katanya.

Bambang mengatakan, iklim sepak bola Indonesia sangat mendukung bagi klub-klub terlibat dalam pengaturan skor. Uang hasil pengaturan skor itu, kata dia, lazimnya dimanfaatkan untuk membayar gaji pemain atau biaya operasional tim. Terkait profesinya itu, Bambang mendeskripsikan dirinya seperti Robin Hood yang membantu rakyat miskin.

“Jadi, uang itu untuk tim-tim, pemain-pemain, atau pelatih yang membutuhkan. Tapi saya tidak judi lho ya, saya hanya sebagai penengah, runner, penguhubung, kayak makelar lah,” ujarnya.

Besaran yang ditawarkan Bambang ke klub-klub yang terlibat tidak kecil. Paling sedikit Rp350 juta. Paling besar mencapai Rp800 juta.

”Bayangkan berapa pertandingan yang bisa diatur dalam satu hari,” katanya.

Besaran uang itu, menurut Bambang, tak seberapa ketimbang uang yang bisa didapatkan oleh bandar judi dalam satu pertandingan. Bambang sendiri mengatur Liga 2, karena memang mengenal orang-orang yang berada di Liga 2.

Pada 2015, Bambang akhirnya mengaku kepada publik jika dirinya adalah seorang runner pengatur pertandingan. Dia lalu menerima hukuman dari Komite Disiplin PSSI, berupa larangan beraktivitas dalam lingkungan sepak bola PSSI seumur hidup.

Skema pengaturan skor

Walau dihukum seumur hidup, Bambang bisa kembali ke sepak bola Indonesia karena mendapatkan pemutihan ketika Edy Rahmayadi naik menjadi Ketua Umum PSSI. Dia lantas mengelola klub Liga 3 Persekam Metro FC pada 2018.

Akhir musim lalu, klub yang bermarkas di Kabupaten Malang ini berada di peringkat tiga. Dengan percaya diri, Bambang mengatakan, Persekam Metro FC tak terlibat pengaturan skor di Liga 3.

Akhir 2018 lalu, tanpa adanya pemberitahuan, Bambang kembali dihukum seumur hidup tak boleh beraktivitas di sepak bola Indonesia oleh Komite Disiplin PSSI. Namun, Bambang tetap pada pendiriannya. Dia akan terus aktif di dunia si kulit bundar, meski PSSI sudah menghukumnya seumur hidup sebanyak dua kali.

“Saya bicara ke depan publik karena memang sudah waktunya harus dibuka. Karena sudah teramat dangkal dan teramat kotor (masalah pengaturan skor),” ujar Bambang.

Bambang mengatakan, dirinya mengetahui Liga 2 terkontaminasi, setelah orang kepercayaan pemilik rumah judi terbesar di Asia menemuinya di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, sebelum musim kompetisi 2018 dimulai. Saat itu, Bambang bertemu Mister T.

“Dia ngobrol dengan saya. Saya bilang, saya enggak mau bermain lagi. Lalu dia tanya siapa-siapa saja yang bisa saya hubungi. Kalau mau hubungi, coba hubungi orang-orang ini, tapi jangan bilang dari saya,” kata Bambang.

Lebih lanjut, dia menjelaskan, dalam skema pengaturan skor itu, ada bandar judi besar yang memberikan perintah kepada orang kepercayaan. Lantas, perintah itu akan turun ke runner asing, untuk kemudian turun lagi ke runner Indonesia.

Sekjen PSSI, Ratu Tisha Destria menjawab pertanyaan wartawan seusai memenuhi panggilan pemeriksaan Satgas Anti Mafia Bola di Jakarta, Jumat (28/12/2018). (Antara Foto).

Kemudian, ada runner lagi untuk pandangan mata rumah judi, yang menurut istilah Bambang, running ball.

Running ball bisa itu wartawan, pekerja jaksa, kehakiman, itu mereka bisa pandangan mata untuk rumah judi,” ujarnya.

Bambang mengatakan, dirinya tidak takut dijauhi oleh kolega-koleganya. Dia bercerita, seorang runner asal Bandung berinisial DF pernah berbicara padanya jika Vigit Waluyo mengimbau para runner untuk menjauhi Bambang.

“Semua orang-orang di luar negeri, dikatakan sama VW (Vigit Waluyo), jangan dekat sama BS (Bambang Suryo), karena BS hanya ingin memancing, menjerumuskan kalian. Dikira saya orang pemerintah,” ujarnya.

Usai tampil di acara Mata Najwa, Bambang mengakui, dirinya menerima banyak teror. Bentuknya macam-macam. Ada yang melempar sampah ke pekarangan rumahnya hingga ada golok masuk ke rumah. Dia juga menerima telepon-telepon gelap.

“Telepon-telepon itu tak hanya dari dalam negeri. Pernah ada dari Thailand juga,” kata dia.

Namun, dirinya mengatakan tidak takut dengan segala teror yang diterimanya. “Kalau berani, ayo ketemu. Saya ladeni,” ujarnya.

Di balik alasannya berbicara kepada publik, Bambang hanya punya keinginan agar sepak bola di negeri ini bersih. Dia tersinggung dengan pernyataan runner-runner asing.

Runner-runner asing pernah berkata pemain dan pelatih Indonesia itu bodoh-bodoh semua, hanya mau uang. Saya tersinggung,” katanya.

Hingga kini, Satgas Antimafia Bola terus bergerak untuk membersihkan praktik kotor pengaturan skor di Liga Indonesia. Satu persatu tersangka diseret. Terbaru, Satgas Antimafia Bola melakukan pemeriksaan terhadap salah satu wasit Liga 2 musim 2018, yakni Muhammad Irham di Mapolda Yogyakarta.

Senin (7/1) lalu, Satgas Antimafia Bola juga menangkap wasit Nurul Safarid, yang memimpin laga Persibara Banjarnegara melawan Persekabpas Pasuruan di Garut, Jawa Barat. Nurul adalah tersangka kelima dalam kasus pengaturan skor. Sebelumnya, polisi menetapkan empat orang tersangka, yakni Johar Lin Eng, Priyanto, Anik Yuni Artika Sari, dan Dwi Irianto alias Mbah Putih.

img
Annisa Saumi
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan