close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Peluncuran Satria-1 di Kennedy Space Center, Florida, Amerika Serikat, Minggu (18/6/2023) waktu setempat. Foto istimewa
icon caption
Peluncuran Satria-1 di Kennedy Space Center, Florida, Amerika Serikat, Minggu (18/6/2023) waktu setempat. Foto istimewa
Nasional
Rabu, 21 Juni 2023 15:52

Pengamat ini menduga proyek Satria-1 juga dijadikan bancakan

Proyek Satria-1 rawan markup biaya karena banyak ketidaktahuan penyelenggara negara dan auditor negara seputar berapa biaya sebenarnya.
swipe

Ekonom dan pakar kebijakan publik Narasi Institute dan CEO Narasi Institute Achmad Nur Hidayat memandang, peluncuran Satelit Republik Indonesia 1 (Satria-1) dibayangi skeptisme publik akibat korupsi pembangunan infrastruktur BTS 4G yang diduga melibatkan Menkominfo Johnny G Plate. Satelit ini sukses diluncurkan dengan roket Falcon 9 dari SpaceX, berlokasi di fasilitas militer Florida, Amerika Serikat pada Senin (19/6).

Achmad mengatakan, suasana kegembiraan peluncuran Satria-1 tersebut tidak terlihat antusias di hadapan publik. Lantaran, kesamaan peluncuran Satria-1 dengan satelit BTS 4G semakin menunjukan adanya bayangan korupsi.

“Dengan dugaan yang sama, besar kemungkinan proyek Satria-1 juga dijadikan bancakan sebabnya karena proyek strategis tersebut dikelola oleh satuan kerja yang sama di Kominfo,” katanya dalam keterangan, Rabu (21/6).

Achmad menyebutkan, satelit tersebut memang proyek strategis nasional dan sayangnya dibiayai dari utang yang membebani keuangan negara di masa depan. 

Biaya pembuatan dan peluncuran satelit Satria-1 tercatat sebesar US$545 juta atau setara dengan Rp7,68 triliun. Nilai tersebut didapat dari porsi ekuitas APBN sebesar US$114 juta atau setara dengan Rp 1,61 triliun.

“Dan porsi pinjaman sebesar US$431 juta atau setara dengan Rp 6,07 triliun,” ujarnya.

Belum lagi, meski proyek nasional namun konsorsium yang ada justru bukan dari dalam negeri. Informasi yang dia dapatkan dari Kominfo pada 28 Februari 2021, diketahui, pinjaman untuk membiayai Satria-1 didanai oleh utang dari berbagai konsorsium intenasional.

Sebut saja, lembaga keuangan Prancis yaitu BPI France, Banco Santander, HSBC Continental Europe, dan The Korea Development Bank (KDB), dan Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB). Namun, cangkang yang digunakan adalah PT Satelit Nusantara Tiga (SNT) sebagai pekerjaan yang menggunakan teknologi High Throughput Satellite (HTS) produksi Thales Alenia Space (TAS) dari Prancis, dengan roket peluncur dari Falcon 9-5500 milik Space-X.

“Proyek Satria-1 rawan markup biaya karena banyak ketidaktahuan penyelenggara negara dan auditor negara seputar berapa biaya sebenarnya dari peluncuran satu satelit,” ucapnya.

Maka dari itu, jaksa penyidik harus mengembangkan kasus korupsi dari BTS 4G ini. Apalagi pemenang tender Satelit Satria-1 ada enam entitas yang diumumkan pada pada 13 Januari 2021.

Dari keenam pemenang tender tersebut sebagai kontraktor layanan penyediaan kapasitas satelit telekomunikasi dan layanan internet untuk transformasi digital. Sedangkan pemiliknya adalah Pemerintah Indonesia.

Berdasarkan hasil tender, total kapasitas satelit dari enam pemenang sebesar lebih kurang 9 Gbps yang direncanakan untuk melayani lebih kurang 4.574 lokasi layanan akses internet.

“Pihak Kejaksaan Agung sebaiknya memeriksa juga keenam perusahaan pemenang tender pengadaan satelit Satria-1. Bila terbukti ada pidana korupsi dalam penyelenggaraan satelit Satria-1 bisa jadi karena pemilik proyek adalah satuan kerja yang sama dengan proyek BTS 4G di Kominfo,” katanya.

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan