close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi Alinea.id/Oky Diaz.
icon caption
Ilustrasi Alinea.id/Oky Diaz.
Nasional
Senin, 27 Desember 2021 12:36

Pengamat ini usulkan agar Pemprov DKI mensubsidi gaji buruh

Anies harus membuat terobosan baru dengan mengalokasikan sebagian APBD DKI Jakarta kepada buruh.
swipe

Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022 di DKI Jakarta menyita perhatian publik menjelang tutup tahun. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merevisi kenaikan UMP 2022 dari Rp37.749 menjadi Rp225.667 sehingga besarannya Rp4.641.854 pada Sabtu (18/12).

Dengan nominal tersebut, maka UMP 2022 naik menjadi 5,1% dari sebelumnya yang sudah ditetapkan Keputusan Gubernur (Kepgub) DKI Nomor 1395 tahun 2021 tentang UMP 2022 sebesar 0,8%.

Pengamat komunikasi politik Emrus Sihombing mengatakan, dalam penentuan UMP DKI Jakarta, Gubernur Anies Baswedan tidak boleh hanya mempertemukan dan kemudian memutuskan UMP Jakarta atas dasar kemampuan perusahaan dan usulan dari buruh.

Dari hasil pertemuan tersebut, penentuan UMP Jakarta acap kali menggunakan aspek cash flow atau kemampuan finansial perusahan, biaya hidup, dan sedikit peningkatan kesejahteraan buruh sebagai dasarnya.  

"Anies Baswedan sebagai gubernur dan pemimpin yang membahagiakan masyarakat Jakarta. Seharusnya ia harus melihat dan memvalidasi kemampuan perusahaan serta menyimak sungguh-sungguh keinginan buruh untuk berbahagia dalam bidang pendapatan," kata Emrus kepada Alinea.id, Senin (27/12).

Apalagi kemampuan perusahaan sangat varian sehingga tidak boleh dilakukan generalisasi penentuan UMP. Ada perusahaan yang mampu membayar UMP, bahkan di atas itu. Sebaliknya, ada yang belum kuat membayar batas UMP karena kelesuan ekonomi sebagai dampak Covid-19.

Makanya, sebagai pemimpin dengan jargon politk "membahagiakan warganya" di sektor buruh dan pengusaha, Anies harus membuat terobosan baru dengan mengalokasikan sebagian APBD DKI Jakarta kepada buruh. Misalnya, kemampuan suatu perusahaan membayar upah hanya Rp3 juta perbulan, sementara UMP mencapai Rp5 juta, tidak ada salahnya APBD DKI Jakarta mengalokasikan sebanyak Rp2 juta atau lebih agar semua buruh di Jakarta bahagia.

Lebih radikal lagi, kata dia, jika Pemda DKI Jakarta memberikan insentif  parmanen bagi semua buruh di DKI Jakarta minimal Rp2,5 juta rupiah atau lebih perbulan.

"Pertanyaan apakah itu bisa diwujudkan dari APBD DKI? Menurut hemat saya, sangat bisa. Ini persoalan kemauan, komitmen atas janji politik ketika kampanye dan keberpihakan kepada buruh dan pengusaha yang sedang menghadapi kelesuan ekonomi akibat Covid-19," ujar Emrus.

Emrus berpendapat, buruh harus lebih sejahtera dari aspek ekonomi daripada para pejabat dan ASN DKI Jakarta. Alasannya, buruh menghasilkan uang untuk APBD DKI Jakarta. Sementara pejabat dan ASN menggunakan dana yang sebagaian dihasilkan dari keringat buruh.

"Buruh bekerja dengan keringat sungguhan. Sementara ASN bekerja tanpa keringat karena di ruang ber-AC," bebernya.

Jika Pemda DKI Jakarta masih sulit berpihak kepada buruh dan pengusaha daripada kepada pejabat dan ASN Pemda DKI Jakarta, setidaknya Gubernur AB memberi perlakukan yang sama dari segi gaji/upah antara ASN dan buruh sesuai golongan dan masa kerja di Jakarta.

"ASN dan buruh sama-sama berkarya untuk tujuan yang sama yaitu maju kotanya (Jakarta) dan sejahtera warganya (buruh dan ASN diperlakukan sebanding dari segi penghasilan)," pungkas Emrus.

img
Marselinus Gual
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan