close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Dokumentasi PT Pelindo II
icon caption
Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Dokumentasi PT Pelindo II
Nasional
Jumat, 04 Februari 2022 13:43

Pengamat kritisi rencana pembangunan international transshipment hub di Kepri

Kondisi fisik Tanjung Pinggir yang akan dijadikan pelabuhan besar dianggap kurang ideal.
swipe

Direktur The National Maritime Institute (NAMARIN), Siswanto Rusdi, menilai rencana pemerintah mengembangkan sebuah pelabuhan besar baru di Pulau Batam, Provinsi Kepulauan Riau sah-sah saja.

Menurut Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, pelabuhan itu berlokasi di Tanjung Pinggir dan akan dikembangkan melebihi pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Dengan demikian, Tanjung Pinggir akan disiapkan sebagai international transshipment hub.

"Sah-saja, hanya saja ada beberapa catatan yang bisa disampaikan terkait pengembangan pelabuhan Tanjung Pinggir yang bisa dia (Luhut) sampaikan," kata Siswanto kepada Alinea.id, Jumat (4/2).

Menurut Siswanto, menyamakan Tanjung Pinggir dengan Tanjung Priok sesungguhnya narasi yang kurang tepat. Alasannya, Tanjung Pinggir akan dikembangkan sebagai international transshipment hub, sementara Tanjung Priok untuk domestic transhipment hub.

"Jadi perbandingannya tidak apple to apple. Dalam khazanah manajemen pelabuhan Tanjung Priok merupakan gateway," ujarnya.

Catatan kedua, sambung Siswanto, terkait dengan kondisi fisik Tanjung Pinggir untuk dikembangkan sebagai hub. Menurutnya, pelabuhan itu kondisinya jauh dari ideal untuk dikembangkan seperti yang diinginkan pemerintah. 

Diketahui, Tanjung Pinggir diproyeksikan akan melayani sekitar 18 juta TEU. Angka ini merupakan jumlah peti kemas Indonesia yang dilayani di pelabuhan Singapura.

"Kondisi fisiknya tidak memungkinkan melayani sebanyak itu. Perkiraan saya, panjang perairan Tanjung Pinggir paling banter sekitar 1 hingga 1,5 km. Dengan luasan seperti itu, berapa banyak throughput yang bisa dilayani? Saya yakin tidak banyak, paling antara 2-3  TEU," kata Siswanto.

Jika ingin tetap mengembangkan pelabuhan besar (hub) di seputar Selat Malaka, Siswanto menyarankan pemerintah mencari lokasi lain di sepanjang pantai timur pulau Sumatra. Untuk melayani peti kemas sebanyak 18 juta TEU, menurut dia, setidaknya dibutuhkan luas perairan  yang cukup signifikan agar pergerakan kapal menjadi leluasa.

"Di sini kita bicara dimensi, paling tidak,  antara 7-10 km panjang garis  pantai. Lalu, sedapat mungkin hub itu dikembangkan dengan tidak melakukan reklamasi. Reklamasi itu mahal dan persiapannya juga lama. Nah, lokasi seperti itu bisa ditemukan di sepanjang pantai timur pulau Sumatra. Pemerintah tinggal memilih saja," katanya.

Sekadar informasi, saat ini di Batam sudah beroperasi beberapa pelabuhan atau terminal seperti Batu Ampar, Sekupang, Nongsa Pura, Batam Center, Kabil dan Telaga Punggur. Jenis layanannya cenderung sama yang mencakup layanan penumpang dan kargo. Batu Ampar merupakan pelabuhan terbesar di antara pelabuhan yang ada dengan total throughput lebih dari 500 ribu TEU per tahun.

Sebelumnya, pemerintah berencana mengembangkan sebuah pelabuhan besar baru di Pulau Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Lokasinya berada di Tanjung Pinggir, dengan luas lahan saat ini sebesar 94 hektar dan akan diperluas hingga 330 hektar. Kedalaman air sekitar 40 meter. Letak Tanjung Pinggir sangat strategis karena berhadapan langsung dengan pelabuhan Singapura.

img
Marselinus Gual
Reporter
img
Ayu mumpuni
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan