Pengamat terorisme Rakyan Adibrata melihat adanya potensi radikalisme dalam narasi yang digelontorkan Khilafatul Muslimin (KM). Potensi itu merujuk pada teori Tangga Keterlibatan yang dijabarkannya.
Rakyan mengatakan, fondasi awal yang dibangun dengan membangun sistem kekhalifahan hingga kemudian berkembang dengan cara radikal dengan menerjunkan diri dalam aksi terorisme. Alangkah baiknya, penegak hukum tidak membiarkan narasi anti-Pancasila dan demokrasi supaya dapat membenarkan aksi terorisme.
“Yang harus diawasi adalah narasinya, karena teori "Tangga Keterlibatan" dimana orang bisa menjadi lebih radikal setahap demi setahap itu memang benar adanya,” kata Rakyan kepada Alinea.id, Jumat (3/6).
Ia mencontohkan, pada 2019, seorang bernama Noval Agus Syafroni yang merupakan pengurus Khalifatul Muslimin. Noval kemudian ditangkap di Bekasi karena keterlibatannya dengan Islamic State of Iran and Syria (ISIS).
Selain itu ada pula Bahrum Naim yang merupakan bagian dari HTI. Bahrum kemudian bergabung dengan ISIS dan melakukan kegiatan amaliah di Suriah.
Bahkan, sang pemimpin KM, Hasan Baraja juga tidak lepas dengan rekam jejak dari terorisme, apalagi dirinya merupakan saudara ipar Abu Bakar Ba'asyir. Jebolan Pesantren Ngruki ini, kerap membantu keuangan untuk kegiatan Abu Bakar Ba'asyir saat masih memimpin di Ngruki.
Hasan pernah dua kali ditangkap dalam kaitannya dengan terorisme, pertama pada 1979 terkait teror Warman, dan 1985 terkait aksi pengeboman di Jawa Timur dan Candi Borobudur
Menurutnya, narasi yang digelontorkan itu tidak ayal berbeda dengan kelompok lainnya karena berlandaskan ideologi serupa. Ideologi yang sudah memiliki pondasi anti pemerintah dan Pancasila bisa berkembang lebih dalam karena sudah ada pondasinya.
“Narasi khalifatul muslimin sangat perlu diwaspadai, karena negara ini sudah sepakat dengan Staat fundamental Norm berbentuk Pancasila dengan sistem demokrasi,” ucap Rakyan.
Ia melihat penanganan yang dilakukan oleh Polri sudah berjalan sebagaimana mestinya. Namun, pelaksanaan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dirasa belum puas.
BNPT sudah memiliki pedoman dalam Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2021. Ada pula Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme (RAN PE) Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme 2020-2024 yang menjadi garis pandu mereka.
Menurutnya, fungsinya RAN PE itu di pencegahan dengan melibatkan seluruh stakeholder lintas kementerian dan masyarakat. Apabila hal tersebut dioptimalkan, maka penanganan terorisme tidak akan ada masalah dengan kelompok-kelompok yang kerap berkampanye anti-Pancasila.
“Belum terimplementasi secara signifikan. Ini tugas BNPT,” jelas Rakyan.