Polri memecat AKBP Achiruddin Hasibuan sebagai personel Polda Sumatera Utara (Sumut). Pangkalnya, terbukti melanggar Pasal 5, Pasal 8, Pasal 12, dan Pasal 13 Peraturan Polri (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik karena membiarkan anaknya melakukan penganiayaan.
Kapolda Sumut, Irjen RZ Panca Putra Simanjuntak, mengatakan, pemecatan Achiruddin berdasarkan putusan majelis sidang kode etik. Majelis menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
"Perbuatan Saudara AH melanggar etika kepribadian, yang pertama; kedua, etika kelembagaan dan etika kemasyarakatan; tiga, etika itu dilanggar. Sehingga, majelis kode etik memutuskan Saudara AH untuk dilakukan pemberhentian dengan tidak hormat," katanya, Selasa (2/5) malam.
Menurut Panca, Achiruddin tidak pantas membiarkan penganiayaan terhadap seorang mahasiswa oleh anaknya, Semestinya bisa melerai dan menyelesaikan permasalahan yang terjadi.
"Berdasarkan apa yang didengar majelis sidang kode etik, tadi sudah diputuskan terkait dengan perilaku Saudara AH yang ada pada saat kejadian tersebut, di mana dia sebagai anggota Polri yang tidak sepantasnya dan tidak seharusnya membiarkan kejadian itu ada di depan matanya," tuturnya.
Selain dipecat, Achiruddin juga ditetapkan sebagai tersangka kasus penganiayaan. Sebab, membiarkan anaknya melakukan penganiayaan di depan mata kepalanya.
"Hari ini juga sudah dilakukan penetapan tersangka terhadap yang bersangkutan," ujarnya. Achiruddin dijerat Pasal 305, Pasal 55, dan Pasal 56 KUHP.
Di sisi lain, Panca menyampaikan permohonan maaf kepada keluarga Ken Admiral selaku korban penganiayaan anak Achiruddin. Permohonan disampaikan langsung saat bertemu kedua orang tua Ken.
"Tadi saya ketemu keluarga Ken, ibu dan bapak Ken. Saya sampaikan permohonan maaf saya kepada ibu dan bapak serta keluarga Ken terkait dengan perilaku anggota saya yang tidak sepantasnya dan tidak sewajarnya," ucapnya.