Jumlah sarana dan produk pangan yang tidak memenuhi ketentuan pada Ramadan tahun ini mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan ini diyakini tak lepas dari berbagai upaya yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) bersama sektor terkait.
"Selain melalui komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE), juga ada Program Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS), Program Pasar Aman Berbasis Komunitas, dan pendampingan kepada pelaku usaha," kata Kepala Badan POM Penny K. Lukito, dikutip dari laman Badan POM, Selasa (26/4).
Dari pengawasan pangan pada 28 Maret 2022 hingga 6 Mei 2022 jumlah produk yang tidak memenuhi ketentuan mencapai buah 41.709 buah atau 31,65%, menurun dari temuan pada 2021 sebanyak 125.231 buah (40,28%).
Pangan jajanan berbuka puasa atau takjil yang mengandung bahan yang dilarang digunakan pada pangan juga mengalami penurunan sebesar 0,26%, 1,77% pada tahun 2021 menjadi 1,51% pada tahun 2022.
Ini, kata Penny, merupakan hasil pengawasan pangan baik secara mandiri oleh 73 unit pelaksana teknis (UPT) Badan POM yang tersebar di seluruh Indonesia maupun secara terpadu bekerja sama dengan perangkat daerah. Pengawasan untuk melindungi publik dari pangan olahan tidak aman.
Pengawasan difokuskan pada pangan olahan terkemas tidak memenuhi ketentuan, yaitu pangan olahan tanpa izin edar atau ilegal, kedaluwarsa, dan rusak di sarana peredaran. Apakah di importir, distributor, ritel, pasar tradisional, para pembuat/penjual parsel, atau gudang e-commerce.
Badan POM juga mengawasi takjil yang berpotensi mengandung bahan yang dilarang di pusat-pusat penjualan dengan mengambil sampling dan pengujian cepat. Bahan yang dilarang adalah Formalin, Boraks, dan pewarna yang dilarang untuk pangan (Rhodamin B dan Methanyl Yellow).
"Badan POM masih menemukan produk pangan olahan terkemas yang tidak memenuhi ketentuan. Masih ditemukan pula pangan jajanan berbuka puasa yang mengandung bahan yang dilarang digunakan pada pangan," kata Penny.
Penny menyampaikan, dari 1.899 sarana peredaran yang diperiksa, terdapat 601 (31,65%) sarana yang tidak memenuhi ketentuan. Produk pangan pangan yang dijual selain rusak dan kedaluwarsa, ada juga yang ilegal.
Itu ditemukan di 576 sarana ritel, 22 distributor, 2 gudang e-commerce, dan 1 importir. Jumlah total temuan produk pangan tidak memenuhi ketentuan sebanyak 2.594 produk dengan jumlah keseluruhan 41.709 buah. Diperkirakan nilai ekonominya mencapai Rp470 juta.
Dari total temuan, pangan kedaluwarsa paling banyak, yaitu 57,16%. Ditemukan di wilayah kerja Manokwari, Kepulauan Tanimbar, Ambon, Manado, dan Rejang Lebong. Sedangkan pangan ilegal sebanyak 37,80%. Ditemukan di wilayah kerja UPT di Makassar, Tarakan, Bandung, Palembang, dan Rejang Lebong. Sementara pangan rusak sebanyak 5,03%. Ditemukan di wilayah Manokwari, Ambon, Baubau, Yogyakarta dan Banyumas.
Penemuan lima jenis pangan ilegal terbanyak adalah bahan tambahan pangan, bumbu siap pakai, makanan ringan ekstrudat, minuman berperisa, dan minuman serbuk kopi. Sementara lima jenis temuan pangan kedaluwarsa terbanyak adalah bumbu siap pakai, minuman serbuk kopi, minuman serbuk berperisa, biskuit, dan produk bakery.
Untuk pangan rusak, paling banyak ditemukan pada Susu Kental Manis, saus, ikan dalam kaleng, susu Ultra High Temperature (UHT)/susu steril, dan biskuit.
Untuk pangan jajanan berbuka puasa, dari 7.200 sampel yang diperiksa ditemukan 109 sampel (1,51%) mengandung bahan yang dilarang digunakan pada pangan (Formalin (0,72%), Rhodamin B (0,45%), dan Boraks (0,34%)). Tidak ditemukan penyalahgunaan Methanyl Yellow.
Atas aneka temuan itu, kata Penny, Badan POM akan melakukan pembinaan dan memberi peringatan kepada pelaku usaha, memerintahkan distributor meretur atau pengembalian produk kepada supplier, serta perintah pemusnahan terhadap produk yang rusak dan kedaluwarsa.
"Untuk produk ilegal, Badan POM melakukan pengamanan produk. Badan POM siap memberikan bimbingan dan memfasilitasi pelaku usaha untuk memproses pendaftaran produk pangan olahannya," terang Penny.