Pengembangan vaksin Covid-19 Merah Putih terus berjalan sesuai target. Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman, mengembangkan vaksin coronavirus berbasis platform protein rekombinan yang menggunakan sistem ekspresi sel mamalia transien akan diserahkan ke Bio Farma Maret 2021.
"Eijkman paling lambat April rencananya diserahkan ke Bio Farma," kata Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 Ristek/BRIN, Ali Ghufron Mukti dalam konferensi pers virtual, Selasa (9/2).
Setelah diserahkan, akan diuji lanjut di Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Indonesia (UI), dan Universitas Airlangga (UNAIR). "Mengenai perkembangannya masih sesuai target," ujar Ali Ghufron.
Pengembangan proyek tersebut juga berkolaborasi dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), serta pusat pengembangan vaksin dari berbagai negara.
"Tentu kita bahagia dan bangga, karena anak bangsa ini luar biasa. Kita di konsorsium dalam waktu kurang dari setahun, berbagai macam produk bisa berkontribusi dalam pengendalian Covid-19, termasuk di dalam testing, GeNose, dan tes berbasis antigen, dan pencegahan berbasis vaksin," ucapnya.
Vaksin Covid-19 Merah Putih tetap akan melewati fase uji klinis fase I, II, dan II. Kemudian, mengurus izin emergency use authorization (EUA) ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Dari persyaratan efikasi, imunogenisitas, keamanan, hingga aspek kehalalannya harus terpenuhi.
Tantangan terberat vaksin Covid-19 Merah Putih disebabkan keterlambatan pengembangan, dibanding negara-negara lain. Di sisi lain, tidak semua perusahaan siap memproduksi vaksin Covid-19.
Namun, kata dia, Bio Farma sudah sangat siap, karena sudah bisa menyakinkan organisasi kesehatan dunia (WHO) ketika mengekspor vaksin polio ke 140 negara. "Belum lagi masalah klasik (pengembangan vaksin terkait) administrasi. Cari relawannya juga tidak mudah," tutur Ghufron.
Ahli epidemiologi dan biostatistik UI, Pandu Riono menyatakan, produk inovasi UGM GeNose hingga kini baru dipakai terbatas. Negara lain pun ada yang mengembangkan teknologi serupa, tetapi takkan pernah mengizinkan pemanfaatannya secara masif lantaran masih banyak alat penapisan (screening) yang lebih akurat, seperti tes cepat (rapid test) antigen.
Jika GeNose tidak sempurna, berpotensi adanya calon penumpang KA dengan hasil negatif palsu (false negative). Imbasnya, memberikan keamanan semu dan berpotensi menularkan Covid-19.
"Jangan mengklaim ini satu-satunya produk di dunia. Ini kita bangsa Indonesia, Menteri Riset dan Teknologi, Bambang Brodjonegoro, Luhut (Menko Marves, Luhut Binsar Pandjaitan, red); terlalu glorifikasi dengan istilah karya anak bangsa," tutur kepada Alinea, Senin (1/2).