Keputusan pemerintah yang menghapus cuti bersama pada 24 Desember 2021, dinilai akan berdampak pada penanganan Covid-19. Diketahui, pemerintah mengambil keputusan itu, untuk mengantisipasi terjadi gelombang ketiga kasus Covid-19 pada libur Natal dan Tahun Baru (Nataru).
Keputusan pemerintah itu termaktub dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri Nomor 712 Tahun 2021, Nomor 1 Tahun 2021, Nomor 3 Tahun 2021 tentang Tentang Hari libur Nasional dan Cuti Bersama 2021.
"Tentu ini akan punya dampak, namun kalau bicara efektivitas ya ini akan tergantung dari juga adanya intervensi atau kebijakan atau protokol lainnya yang turut mendukung dan bersinergi dalam upaya menekan kasus atau potensi perburukan situasi," kata Epidemiolog dari Centre for Environmental and Population Health Griffith University Dicky Budiman kepada wartawan, Kamis (28/10/2021).
Menurut dia, ledakan kasus Covid-19 di Wuhan China perlu menjadi pelajaran bagi Indonesia. Kata dia, Wuhan China telat membatasi libur sehingga masyarakat mobilitas masyarakat.
Sehingga, dia menilai keputusan pemerintah yang menghapus cuti bersama itu sudah tepat.
"Ini saya kira sudah lebih awal, cukup bagus, namun yang pasti kita harus belajar dari pengalaman sebelumnya di mana pastikan regulasi lainnya itu tidak kontraproduktif dengan ini," tuturnya.
Dia menyarankan opsi bagi masyarakat sebagai insentif dari keputusan pemerintah itu. Misalnya, membuat daftar tempat liburan aman bagi masyarakat.
Kemudian, tempatnya itu harus outdoor atau ruang terbuka dan dilengkapi protokol kesehatan. Masyarakat bisa berwisata di dalam kota masing-masing alias tidak keluar kota.
Selain itu, menurut dia, harus ada pengawasan terhadap para pegawai untuk bisa mematuhi keputusan pemerintah yang menghapus cuti bersama itu. Sektor lain juga harus membuat aturan yang mendukung keputusan pemerintah pusat itu.
"Ini yang penting, dan bicara mencegah lonjakan kasus ini tidak single intervensi, intervensinya ya komprehensif dari mulai 3 T, 5 M, vaksinasi, termasuk kita juga mengamati perilaku varian virus yang ada di Indonesia ini, yang ini masih jadi PR ya karena terbatasnya surveillance dinamic kita, nah ini jadi bekal kita," ungkapnya.
Namun, menurut dia, secara teoritis Indonesia punya bekal yang lebih baik dibanding tahun lalu. Karena, kata dia, Indonesia kini sudah memiliki program vaksinasi walaupun cakupannya masih perlu terus dikejar dalam waktu yang relatif singkat ini.
Sehingga, masyarakat bisa memiliki proteksi diri terhadap kelompok-kelompok rawan. "Ini yang harus dilakukan, dan sekali lagi kita harus betul-betul konsisten komitmen, sedikit juga menyinggung konsisten ini harus dalam penerapan dan komunikasi, dan semua harus seragam, pejabat pemerintah pusat hingga daerah harus seragam dalam menyikapi kondisi ini karena situasi global kan serius ya, situasi kita kan aman, jangan sampai ini menjadi pemicu," pungkasnya.