Pengibaran bendera Bintang Kejora di depan gedung kantor Dewan Adat di Fakfak, Papua Barat pada Rabu (21/9) harus disikapi dengan kepala dingin. Pengibaran bendera tersebut mesti dinilai sebagai bentuk perlawanan.
Khairul Fahmi, pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), mengingatkan agar masyarakat tidak terjebak dengan persoalan Papua yang terjadi belakangan ini. Khususnya menyikapi pengibaran bendera Bintang Kejora saat kerusuhan di Fakfak.
Menurut Khairul, pengibaran bendera Bintang Kejora oleh warga merupakan tindakan yang wajar. Sebab, masyarakat kecewa dengan pemerintah.
"Masyarakat Papua sedang dalam upaya perlawanan, dalam upaya berteriak, dalam upaya menyampaikan kegalauan dan kekecewaan mereka. Jadi, simbol perlawanan yang pasti dimunculkan pada saat itu," ungkap Khairul kepada Alinea.id pada Jumat (23/8).
Khairul mengingatkan agar masyarakat Papua dan pemerintah waspada jangan sampai aksi massa sebagai ekspresi kekecewaan menjadi alat tumpangan bagi sejumlah oknum. Akibatnya, isu yang berkembang menjadi besar.
Ia mengingatkan, untuk memulihkan kondisi Papua jangan sampai pembuat kebijakan mengambil langkah salah. Selain itu, perlu melakukan moratorium pembangunan infrastuktur di Papua terutama yang melibatkan aparat militer.
Hal ini dilakukan demi meredam aksi masa di Papua. Langkah lain yang dapat dilakukan pemerintah adalah melakukan pendekatan yang lebih humanis.