Pengamat Politik Rocky Gerung menganggap, Pilpres 2024 sebagai kandang oligarki beternak politisi. Oligarki mencari forum formal untuk beternak politisi, kemudian menguncinya melalui ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.
Di sisi lain, kandang oligarki beternak politisi juga dipagar dengan Covid-19 dan mendapatkan back up Omnibus Law Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Itu Covid-19 akan dicarikan alasan untuk diperpanjang terus, mahasiswa tidak boleh demo, LSM tidak boleh kritik-kritik pemerintah,” ucapnya dalam diskusi virtual, Jumat (15/10).
Bahkan, kata dia, DPR ibaratnya sudah menjadi cap stempel bagi berbagai kebijakan pemerintah. Maka, memungkinkan Pilpres 2024 menjadi ruang tertutup black market (pasar gelap) oligarki beroperasi.
“Di situ akan beroperasi OTT, operasi tukar tambah. Jadi, dari posisi, saya tahu bahwa tidak akan ada yang berubah (presidential threshold). Jadi, kita upayakan supaya itu dibatalkan (digugat ke Mahkamah Konstitusi), Omnibus Law itu dilenyapkan, dan supaya Covid-19 itu tidak dipolitisi,” tutur Rocky.
Menurut Rocky, saat ini generasi milenial mempertanyakan kekonyolan situasi politik di Indonesia. Misalnya, kasus banteng versus celeng dan mahasiswa dibanting polisi di Tangerang. Ia pun mengaku berdiskusi dengan generasi milenial Indonesia yang tinggal di luar negeri, seperti Eropa, Australia, dan Amerika Serikat.
Sebagai calon pemilih, kata dia, mereka heran mengapa tidak mendengar isu kesetaraan gender, hak asasi manusia (HAM), etika lingkungan, hingga jenis ekonomi baru dalam perdebatan akademis di dunia perpolitikan Indonesia.
“Jadi, mereka tanya kok kami tidak dengar Puan ngomong gitu. Kok kami tidak dengar Ganjar Pranowo tak ngomong gitu. Kok kami tidak dengar Kang Emil ngomong gitu,” ujar Rocky.
"Jadi, konyol berupaya untuk menaikkan elektabilitas Ganjar. Karena bagi milenial, dia itu orang bodoh, demikian juga Puan,"
Ia juga mengklaim, generasi milenial yang diajaknya berdiskusi dalam dua hari terakhir menilai, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pembohong.
“Mereka anggap bahwa tidak ada satu pun ide (dari berbagai isu tadi) yang bisa mereka promosikan ke teman-teman mereka di luar negeri, bahwa Indonesia maju. Apalagi, kemarin mereka bingung, ini jeniusnya di mana (Profesor Singapura Kishore Mahbubani memuji Presiden Jokowi sebagai sosok jenius)? Ini anak milenial yang protes, dimana jeniusnya Pak Jokowi, membaca empat teks aja gugup dan gagap,” ucapnya.