Penimbun masker dianggap sebagai pelaku kejahatan ekonomi
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, mengatakan mereka yang menimbun barang bisa dianggap sebagai pelaku kejahatan ekonomi.
Ihwal ini disampaikannya terkait dugaan penimbunan dan kenaikan harga yang signifikan masker, guna mencari keuntungan atas isu coronavirus atau Covid-19.
"Pemerintah sudah menyatakan pelaku bisa dianggap melakukan kejahatan ekonomi, subversi di bidang ekonomi kalau menimbun barang, melakukan rush dan sebagainya untuk mengambil keuntungan dari isu ini," ujar Mahfud di kantor Majelis Ulama Indonesia, Jakarta, Kamis (5/3).
Polisi dipersilakan bertindak dan menyelidiki unsur-unsur kesengajaan seseorang dalam menimbun masker. Di sisi lain, pencarian juga menyasar pada tujuannya.
Apabila tujuan memborong barang tersebut untuk dijual dengan harga yang mahal, maka bisa dikenakan pasal pidana.
"Polisi boleh berindak dan mencari unsur-unsur kesengajaan dan tujuannya. Kalau tujuannya tidak jelas, tiba-tiba memborong barang lalu dijual dengan sangat mahal itu bisa dicarikan pasal pidana," jelas dia.
Pernyataan hampir serupa juga dikatakan anggota Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DPRD DKI Jakarta. Anggota DPRD Fraksi PSI Eneng Maliansari lebih spesifik mengecam langkah PD Pasar Jaya menjual masker dengan harga sepuluh kali lipat dari harga normal. Tindakan tersebut dinilai menyengsarakan masyarakat menengah ke bawah yang sehari-harinya berbelanja di pasar tradisional.
“Jakarta sedang darurat. Ini bukan saatnya meraup keuntungan. Justru disituasi seperti ini, jangan menari di atas keresahan orang. Lebih baik tidak berjualan jika mematok harga tinggi,” kata Eneng di DPRD Jakarta, Kamis (5/3).
Penjualan masker ini juga mengingkari komitmen Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang akan menomorsatukan keselamatan warga dalam penanganan infeksi coronavirus.
Menjual masker ke seluruh pelosok Jakarta seharga Rp300 ribu per boks justru memperlihatkan ekonomi yang didahulukan dan kebutuhan masyarakat diabaikan. Padahal, pemerintah memiliki kewajiban menjamin stabilitas harga dan ketersediaan masker untuk seluruh masyarakat, sebaliknya bukan menjadikan kepanikan masyarakat sebagai kesempatan mendapatkan uang.
Dia juga menyayangkan keputusan PD Pasar Jaya yang membeli masker dari tengkulak Pasar Pramuka yang sudah mematok harga tinggi dan bukan mendekati produsen masker seperti PT Kimia Farma (Persero) Tbk. “Pemerintah justru jadi perpanjangan tangan tengkulak. Padahal yang dibutuhkan masyarakat adalah ketersediaan masker dengan harga normal,” katanya.
PD Pasar Jaya berencana melakukan penjualan masker secara masif yang distribusikan di seluruh gerai Jak Grosir, JakMart, Pop and Mom store dan Mini DC . Sekurangnya 1.450 boks akan dijual seharga Rp300.000 perboks atau Rp6.500 persatuan masker, jauh dari harga normal Rp30.000 perboks. Penjualan juga akan dibatasi paling banyak satu boks untuk satu orang.
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, mengatakan mereka yang menimbun barang bisa dianggap sebagai pelaku kejahatan ekonomi.
Ihwal ini disampaikannya terkait dugaan penimbunan dan kenaikan harga yang signifikan masker, guna mencari keuntungan atas isu coronavirus atau Covid-19.
"Pemerintah sudah menyatakan pelaku bisa dianggap melakukan kejahatan ekonomi, subversi di bidang ekonomi kalau menimbun barang, melakukan rush dan sebagainya untuk mengambil keuntungan dari isu ini," ujar Mahfud di kantor Majelis Ulama Indonesia, Jakarta, Kamis (5/3).
Polisi dipersilakan bertindak dan menyelidiki unsur-unsur kesengajaan seseorang dalam menimbun masker. Di sisi lain, pencarian juga menyasar pada tujuannya.
Apabila tujuan memborong barang tersebut untuk dijual dengan harga yang mahal, maka bisa dikenakan pasal pidana.
"Polisi boleh berindak dan mencari unsur-unsur kesengajaan dan tujuannya. Kalau tujuannya tidak jelas, tiba-tiba memborong barang lalu dijual dengan sangat mahal itu bisa dicarikan pasal pidana," jelas dia.
Pernyataan hampir serupa juga dikatakan anggota Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DPRD DKI Jakarta. Anggota DPRD Fraksi PSI Eneng Maliansari lebih spesifik mengecam langkah PD Pasar Jaya menjual masker dengan harga sepuluh kali lipat dari harga normal. Tindakan tersebut dinilai menyengsarakan masyarakat menengah ke bawah yang sehari-harinya berbelanja di pasar tradisional.
“Jakarta sedang darurat. Ini bukan saatnya meraup keuntungan. Justru disituasi seperti ini, jangan menari di atas keresahan orang. Lebih baik tidak berjualan jika mematok harga tinggi,” kata Eneng di DPRD Jakarta, Kamis (5/3).
Penjualan masker ini juga mengingkari komitmen Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang akan menomorsatukan keselamatan warga dalam penanganan infeksi coronavirus.
Menjual masker ke seluruh pelosok Jakarta seharga Rp300 ribu per boks justru memperlihatkan ekonomi yang didahulukan dan kebutuhan masyarakat diabaikan. Padahal, pemerintah memiliki kewajiban menjamin stabilitas harga dan ketersediaan masker untuk seluruh masyarakat, sebaliknya bukan menjadikan kepanikan masyarakat sebagai kesempatan mendapatkan uang.
Dia juga menyayangkan keputusan PD Pasar Jaya yang membeli masker dari tengkulak Pasar Pramuka yang sudah mematok harga tinggi dan bukan mendekati produsen masker seperti PT Kimia Farma (Persero) Tbk. “Pemerintah justru jadi perpanjangan tangan tengkulak. Padahal yang dibutuhkan masyarakat adalah ketersediaan masker dengan harga normal,” katanya.
PD Pasar Jaya berencana melakukan penjualan masker secara masif yang distribusikan di seluruh gerai Jak Grosir, JakMart, Pop and Mom store dan Mini DC . Sekurangnya 1.450 boks akan dijual seharga Rp300.000 perboks atau Rp6.500 persatuan masker, jauh dari harga normal Rp30.000 perboks. Penjualan juga akan dibatasi paling banyak satu boks untuk satu orang.
Pada Senin (2/3) lalu, Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhawardhani menyatakan, pemerintah telah mengantisipasi keberadaan masker yang semakin langka di pasar.
Namun Jaleswari tidak menjelaskan antisipasi apa yang dilakukan pemerintah dalam menghadapi situasi ini. Hanya saja, dia memastikan pemerintah akan melakukan tindakan agar kebutuhan masker dapat terpenuhi. Begitu juga kebutuhan lain untuk mengantisipasi peredaran coronavirus.
"Pasti kami bertindak agar pemenuhan publik bisa terpenuhi," ucapnya.
Sementara itu harga masker di Pasar Pramuka, Jakarta Timur, mengalami kenaikan setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan adanya warga Indonesia positif coronavirus. Namun meski mengalami kenaikan harga berkali lipat, harganya masih tergolong murah ketimbang di wilayah lain.
Angga Saputra, warga Bogor berusia 35 tahun, mengaku sengaja datang ke Pasar Pramuka untuk membeli masker. Dia mengaku membeli satu boks masker merek Sensi berisi 50 lembar seharga Rp350.000.
"Biasanya Rp30.000-Rp40.000 kurang lebih. Sebelum ada kasus corona yang diumumin oleh Presiden," kata Angga kepada Alinea.id di Pasar Pramuka, Jakarta Timur, Senin (2/3).
Dia mengaku rela menempuh jarak jauh ke Pasar Pramuka untuk membeli masker yang harganya telah mengalami kenaikan tersebut. Lantaran harga yang dipatok masih lebih murah dari harga jual di tempat tinggalnya.
"Di sini lebih murah. Untuk di Bogor lebih mahal. Rp575.000 harga terakhir. Di sini pusatnya, karena distributornya Pramuka," jelas dia.
Angga mengaku sengaja membeli masker tersebut untuk stok selama beberapa minggu ke depan. Musababnya, tidak lain karena kekhawatiran akan coronavirus.