Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta telah mengembalikan berkas perkara tindak pidana penyerobotan tanah tanpa izin dari yang berhak, atas nama tersangka Ismail Mandry kepada penyidik Polda Metro Jaya. Penyerobotan lahan terjadi di kawasan Jakarta Timur.
Kepala Seksi Penerangan dan Hukum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Ade Sofyan mengatakan, pengembalian itu dilakukan karena belum terdapat cukup bukti untuk menjerat tersangka. Hal itu sesuai dengan pasal yang disangkakan oleh penyidik, yaitu Pasal 167 ayat (1) KUHP.
"Berdasarkan penelitian berkas perkara, JPU belum menemukan persesuaian antara fakta hukum berdasarkan alat bukti yang ada, dengan unsur-unsur pasal sangkaan sebagaimana ketentuan Pasal 167 ayat (1) KUHP," katanya dalam keterangan, Minggu (30/7).
Selain itu, belum terdapat fakta hukum bahwa perkara ini telah memasuki masa daluwarsa penuntutan (vide Pasal 78 ayat (1) ke-2 KUHP). Alhasil, berkas perkara dikembalikan kepada penyidik Polda Metro Jaya.
Ade menjelaskan, ketika penyidik menyerahkan kembali berkas perkara terdapat penambahan pembahasan atau analisa yuridis terhadap pasal yang disangkakan diluar petunjuk JPU yaitu Pasal 263 ayat (2) KUHP. Padahal berdasarkan Surat Penetapan Tersangka No. SP.Tap/24/I/2023/Ditreskrimum tanggal 12 Januari 2023, Surat Perintah Penyidikan No. SP.Sidik/377/II/RES.1.2/2023/Ditreskrimum tanggal 13 Februari 2023 Surat Panggilan Tersangka No. S.Pgl/370/I/2023/Ditreskrimum tanggal 12 Januari 2023 dan BAP Tersangka tanggal 19 Januari 2023 dan tanggal 20 Februari 2023 sama sekali tidak ada sangkaan Pasal 263 ayat (2) KUHP tentang penggunaan surat palsu dalam berkas perkara.
"Terlebih dari hasil penelitian berkas perkara dengan penambahan Pasal 263 ayat (2) KUHP tersebut, juga masih belum cukup bukti karena penyidik tidak dapat merangkai adanya actus reus (unsur tindakan) dan mens rea (niat jahat) dari tersangka Ismail Mandry dalam penggunaan surat palsu itu," ujarnya.
Maka dari itu, JPU mengembalikan kembali berkas perkara kepada penyidik Polda Metro Jaya melalui berita acara koordinasi. Pihaknya juga memberikan arahan agar penyidik tetap berpedoman pada fakta dan aturan hukum.
"Di mana, JPU berharap agar penegak hukum dapat menyelesaikan perkara ini secara adil sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku," ucapnya.
Sebelumnya, Warga Jakarta Timur melaporkan oknum jaksa di Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta ke Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan (JAM Was) Kejaksaan Agung (Kejagung). Laporan ini dilayangkan R Surjadi karena jaksa di Kejati DKI diduga membantu tersangka kasus penyerobotan lahan di kawasan Jakarta Timur.
Kuasa hukum Surjadi, Edi Wilson mengatakan, kasus yang dihadapi kliennya tidak berjalan lancar karena berkas belum lengkap. Sementara, dari kepolisian telah melimpahkan semua berkas perkara ke Kejati DKI.
"Pakar saja sudah menyatakan bahwa kasus ini sudah masuk unsur dan alat buktinya sudah cukup,” katanya kepada wartawan, Jumat (28/7).
Ia menyebut, jaksa mengembalikan berkas perkara nomor: BP/90/11/2023 Direskrimum kepada penyidik kepolisian. Jaksa kemudian memberikan petujuk untuk menambah alat bukti dan meminta pendapat ahli pidana dan pertanahan terkait kasus ini.
Kepolisian mengirimkan lagi berkas perkara tersebut kepada jaksa. Namun, jaksa malah meminta pihak kepolisian untuk menghentikan kasus ini.
“Ini aneh, kenapa jaksa malah meminta polisi untuk SP3 (penghentian perkara). Awalnya sudah diminta untuk lengkapi berkas. Setelah dilengkapi kenapa disuruh SP3. Jadi apakah jaksa berupaya melindungi tersangka ini?” tanya Wilson.
Maka dari itu, Wilson berharap Kejaksaan Agung mau mengusut dugaan perlindungan hukum yang diberikan jaksa kepada para mafia tanah. Belum lagi, Ismail Mandri beberapa kali telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penyerobotan lahan tapi selalu dihentikan.