close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) meminta apotek tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk cair atau sirup kepada masyarakat untuk sementara waktu. Alinea.id/Gempita Surya
icon caption
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) meminta apotek tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk cair atau sirup kepada masyarakat untuk sementara waktu. Alinea.id/Gempita Surya
Nasional
Jumat, 21 Oktober 2022 15:49

Penjualan obat sirup disetop sementara, apotek beri alternatif ke obat tablet

BPOM telah melakukan tindak lanjut dengan memerintahkan kepada industri farmasi pemilik izin edar untuk melakukan penarikan sirup obat.
swipe

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) meminta apotek tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk cair atau sirup kepada masyarakat untuk sementara waktu. Hal ini menyusul upaya antisipasi kasus gangguan gagal ginjal akut (acute kidney injury/AKI).

Imbauan ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor SR.01.05/III/3461/2022 tentang Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) Pada Anak. SE ini diteken oleh Plt Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Murti Utami pada Selasa (18/10).

"Seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk syrup kepada masyarakat sampai dilakukan pengumuman resmi dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," demikian bunyi poin 8 SE Kemenkes tersebut.

Sementara, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan, lima obat sirup anak mengandung cemaran etilen glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG). BPOM sempat menyatakan produk obat dengan kandungan atau cemaran dua bahan tersebut dilarang untuk diregistrasikan.

"Hasil sampling dan pengujian terhadap 39 bets dari 26 sirup obat sampai dengan 19 Oktober 2022, menunjukkan adanya kandungan cemaran EG yang melebihi ambang batas aman pada lima produk," bunyi keterangan resmi BPOM seperti pada situs resminya, Kamis (20/10).

Disebutkan, lima obat sirup yang dimaksud adalah Termorex Sirup (obat demam), produksi PT Konimex dengan nomor izin edar DBL7813003537A1. Memiliki kemasan dus, botol plastik berukuran 60 ml.

Kemudian, Flurin DMP Sirup (obat batuk dan flu), produksi PT Yarindo Farmatama dengan nomor izin edar DTL0332708637A1. Memiliki kemasan dus dan botol plastik seberat 60 ml.

Lalu, Unibebi Cough Sirup (obat batuk dan flu), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DTL7226303037A1. Memiliki kemasan Dus dan Botol Plastik berukuran 60 ml.

Selanjutnya, Unibebi Demam Sirup (obat demam), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DBL8726301237A1. Memilki kemasan Dus dan Botol berukuran 60 ml.

Terakhir, Unibebi Demam Drops (obat demam), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DBL1926303336A1. Memiliki kemasan Dus dan Botol berukuran 15 ml.

"BPOM telah melakukan tindak lanjut dengan memerintahkan kepada industri farmasi pemilik izin edar untuk melakukan penarikan sirup obat dari peredaran di seluruh Indonesia dan pemusnahan untuk seluruh bets produk" BPOM menjelaskan.

Alinea.id mencoba mengecek peredaran obat sirup di pasaran. Berdasarkan pantauan, sejumlah minimarket di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan yang didatangi sudah tidak lagi memasarkan obat sirup di rak khusus obat-obatan. Hanya tersisa obat-obatan dan multivitamin berbentuk tablet, serta sejumlah produk madu yang memang dikemas dalam kemasan botol.

Namun, pemandangan berbeda tampak di sebuah apotek tak jauh dari lokasi minimarket di bilangan Pancoran. Berbagai produk obat sirup masih dipajang rapi di etalase apotek, termasuk salah satu dari lima merek obat yang dinyatakan mengandung cemaran etilen glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) melebihi ambang batas.

"Kita masih belum ada arahan dari atasan buat mindahin," kata Fida selaku staf apotek tersebut saat dikonfirmasi Alinea.id, Jumat (21/10).

Kendati produk obat sirup masih dipajang di etalase, tampak selembar pemberitahuan yang menyatakan saat ini apotek tersebut tidak dapat menjual obat dalam bentuk sirup sesuai SE Kemenkes tertanggal 18 Oktober 2022 tersebut.

"Iya (sudah tidak jual obat sirup), dari 19 (Oktober) kemarin," ujar Fida.

Fida menyatakan, konsumen yang mencari obat sirup akan diarahkan untuk membeli obat dalam bentuk tablet. Namun, kata Fida, alternatif pilihan tersebut disesuaikan dengan apa yang dicari konsumen.

"Tergantung dulu, yang nyari orang dewasa apa yang buat anak-anak. Kalau dewasa paling ke (obat) tablet," ucap Fida.

Sementara, konsumen yang hendak membeli obat untuk anak diberikan alternatif sesuai kondisi penyakitnya. "Kalau anak-anak tergantung dia minta obatnya obat apa dulu. Kalau kaya obat demam paling kaya Bye-Bye Fever, atau yang tablet juga ada."

Alternatif pilihan selain obat sirup tersebut diberikan kepada konsumen yang hendak membeli obat bebas atau bebas terbatas. Sementara, Kemenkes dalam surat edarannya juga meminta tenaga kesehatan untuk tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk cair atau sirup.

Namun, diakui Fida, pihaknya belum melayani permintaan obat sirup yang diresepkan oleh tenaga kesehatan sejak SE tersebut dikeluarkan.

Alinea.id juga sempat mengecek peredaran obat sirup di salah satu gerai apotek Kimia Farma di kawasan Tebet, Jakarta Selatan. Berdasarkan pantauan, produk obat sirup tidak terlihat di etalase apotek. Namun saat hendak dikonfirmasi, pihak apotek tidak bersedia memberikan keterangan lebih lanjut.

Terkait hal ini, Alinea.id menghubungi Corporate Secretary PT Kimia Farma Tbk. Ganti Winarno. Ganti menyatakan, pihaknya menghentikan sementara distribusi penjualan obat cair atau sirup.

"Menindaklanjuti arahan dari pemerintah, untuk saat ini kami menghentikan sementara distribusi dan penjualan produk obat sediaan cairan/sirup," ujar Ganti saat dihubungi Alinea.id, Jumat (21/10).

Disampaikan Ganti, pihaknya menetapkan kebijakan ini hingga ada pemberitahuan lebih lanjut dari pemerintah. Adapun kebijakan ini mulai diberlakukan satu hari setelah Kemenkes mengeluarkan instruksi terkait penyetopan pemasaran obat cair atau sirup kepada masyarakat.

"(Sejak) 19 Oktober 2022," jelasnya singkat.

Sebelumnya, juru bicara (Jubir) Kemenkes Syahril mengimbau, agar masyarakat untuk sementara waktu tidak mengonsumsi obat dalam bentuk cair/sirup untuk pengobatan anak tanpa berkonsultasi dengan tenaga kesehatan.

"Sebagai alternatif, dapat menggunakan bentuk sediaan lain, seperti tablet, kapsul, suppositoria (anal), atau lainnya," kata Syahril dalam keterangan resmi di situs web Kemenkes.

Kasus gangguan ginjal akut, yang menyerang anak-anak, tengah merebak di Indonesia. Setidaknya telah ditemukan 206 kasus di 20 provinsi per 18 Oktober 2022, di mana 99 anak di antaranya meninggal dunia.

Syahril mengimbau orang tua agar segera merujuk anaknya, terutama balita, ke rumah sakit (RS) jika mengalami gejala penurunan jumlah air seni dan frekuensi buang air kecil dengan atau tanpa demam, diare, batuk pilek, mual dan muntah.

Keluarga pasien pun diminta membawa atau menginformasikan obat apa saja yang dikonsumsi sebelumnya serta menyampaikan riwayat penggunaan obat kepada nakes.

img
Gempita Surya
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan