Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia Tsamara Amany menyatakan putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak gugatan uji materi syarat usia kepala daerah dalam UU Nomor 10 Tahun 2016, tidak mencerminkan semangat regenerasi kepemimpinan nasional. Tsamara juga menyebut penolakan tersebut sebagai kekelahan anak-anak muda Indonesia.
"Kami hormati putusan tersebut, tetapi kami harus akui bahwa putusan ini tidak mencerminkan semangat regenerasi," ujar Tsamara di Gedung MK, Jakarta, Rabu (11/12).
Dia mengaku tak dapat menerima alasan adanya penentuan batasan usia untuk menjadi kepala daerah. Tsamara pun mempertanyakan aturan pencalonan anggota legislatif sesuai UU Nomor 8 Tahun 2012 yang mematok usia 21 tahun.
Dalam aturan yang digugat, yaitu Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi UU yang terakhir kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 (UU Pilkada), batas usia pencalonan kepala daerah berada di angka 30 dan 25 tahun. Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut,
Berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur serta 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.
"Tugas wakil rakyat itu juga bukan sesuatu yang mudah, tetapi kita membolehkan orang yang dalam usia dewasa yaitu usia 21 tahun untuk maju," kata Tsamara.
Bagi dia, penolakan gugatan tersebut menjadi kekalahan bagi anak-anak muda Indonesia. Hal ini lantaran anak-anak muda yang ingin membangun daerah melalui jabatan kepala daerah, tak dapat mewujudkannya karena terganjal aturan tersebut. Padahal Indonesia menghadapi bonus demografi, dengan tingginya jumlah anak-anak muda.
"Kami sedih. Jujur saja, karena kami menganggap ini adalah kekalahan bagi anak-anak muda Indonesia," ujar Tsamara.
Dalam kesempatan yang sama, politikus PSI Dara Adinda Kesuma Nasution berharap anggota DPR mempertimbangkan untuk merevisi aturan perundang-undangan tersebut. Hal ini dinilai penting agar tidak menimbulkan diskriminasi terhadap anak-anak muda yang ingin maju dalam kontestasi pilkada.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim konstitusi menilai gugatan yang menyebut batasan usia dalam UU tersebut sebagai pelanggaran hak politik, tidak beralasan menurut hukum.
"Batas usia 30 tahun bagi calon kepala daerah dalam UU a quo justru merupakan pelanggaran terhadap hak-hal sipil dan politik lainnya, tidak beralasan menurut hukum, sebab pemenuhan hak atas persamaan perlakuan di hadapan hukum dan pemerintahan yang dijamin oleh konstitusi," kata hakim MK I Dewa Gede Palguna, Rabu (11/12).
Gugatan teresebut diajukan oleh Faldo Maldini bersama Tsamara Amany, Dara Adinda Kesuma Nasution, dan Cakra Yudi Putra di bawah PSI. Dalam gugatannya, mereka menyebut aturan batasan usia tersebut bertentangan dengan UUD 1945.