Pencegahan kebencanaan dan peringatan dini dalam peristiwa bencana menjadi penting diperhatikan untuk menekan dampak yang dihasilkan. Early Warning System (EWS) menjadi kunci agar masyarakat bisa menyelamatkan diri saat terjadi bencana.
Salah satu bencana yang penting untuk adanya peringatan dini adalah erupsi gunung api.
Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Hanik Humaida menyebut, EWS ini merupakan peringatan paling akhir agar masyarakat terhindar dari bahaya.
"EWS juga dapat diartikan sebagai peringatan paling akhir pada kejadian bahaya erupsi gunung api," kata dia dalam keterangan resminya, Minggu (6/2).
Hanik mencontohkan, Gunung Merapi memiliki EWS berupa sirine, terdiri dari tiga sirine yang bisa di-remote dari kantor BPPTKG dan tiga sirine lain harus dinyalakan secara manual di pos pengamatan Gunung Merapi. Sirine tersebut, dinyalakan hanya ketika dalam kondisi darurat.
"Pada 25 Oktober 2010 lalu, sirine dibunyikan ketika status gunung merapi menjadi awas dan ketika terjadi fenomena awan panas besar," ujarnya.
Menurutnya kelebihan yang dimiliki sirine sebagai EWS adalah unggul dalam hal kecepatan. Hal ini dikarenakan pesan bahaya langsung disampaikan kepada masyarakat saat berbunyi. Di sisi lain, kata Hanik, sirine juga memiliki kelemahan saat terjadi awan panas yang memiliki kecepatan luncuran mencapai 100 KM/jam.
"Maka hanya dalam 3 menit awan panas dapat menjangkau 5 KM." ucapnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, hal yang utama dalam mitigasi bencana adalah menyiapkan masyarakat agar mampu memberikan respon terhadap early warning system secara cepat dan tepat.
"Kita harus memberikan pemahaman kepada masyarakat apa saja sumber ancaman dari bencana gunung api, patuhi Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB). Sehingga jika ada peringatan dini, sudah menjadi suatu perilaku atau budaya, dan secara otomatis masyarakat bisa menyelamatkan diri," ucapnya.