Pentolan aktivis 98, Saryo Purwanto, meminta pemerintah untuk membenahi pola pendataan penerima bantuan sosial (bansos) agar tidak terjadi lagi kasus salah sasaran yang bisa menyebabkan kekisruhan. Menurutnya, pola pendataan yang dilakukan oleh pemerintah saat ini perlu diubah dengan pendekatan lain.
“Pola collecting data ini yang harus dirubah oleh pemerintah, ia harus menggunakan pendekatan dari bawah ke atas (bottom up) enggak bisa lagi menggunakan tenaga sukarelawan (volunteer) atau tenaga-tenaga yang sifatnya semacam petugas sensus. Itu gak bisa,” terangnya dalam video conference (19/1).
Aktivis sapaan akrab Komeng ini menyampaikan bahwa jumlah orang miskin maupun orang yang kehilangan pekerjaan atau tidak memiliki pekerjaan (pengangguran) akan meningkat 2 hingga 3 kali lipat dari sebelumnya. Pasalnya, pandemi yang sedang melanda hampir satu tahun lamanya ini telah menyebabkan keadaan yang multikrisis, khususnya pada aspek ekonomi dan kesehatan.
Meski pemerintah memiliki program untuk melakukan update data per 6 bulan sekali, namun Komeng menilai pendataan tersebut terkadang tidak menyentuh atau menginput data dari warga miskin yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Inilah yang menyebabkan selalu tidak pernah beresnya pendataan dalam distribusi bansos, baik tunai, PKH, atau sembako. Ini semuanya kisruh karena sumber datanya sama,” ujar Komeng.
Untuk membenahi persoalan pelik ini, Komeng menyarankan pemerintah perlu menggerakkan hierarki aparat pemerintahan sampai pada tingkat paling bawah. Misalnya, meminta Ketua Rukun Tetangga/Rukun Warga (RT/RW) untuk membantu menghimpun data di masyarakat karena merekalah yang mengetahui jelas keadaan warganya di lapangan.
“Warga yang tinggal di lingkungan itu misalnya kan bermacam-macam, ada warga yang sudah berpuluh-puluh tahun menetap disitu, atau orang asli yang menetap disitu, dan ada juga warga pendatang yang mungkin juga Kartu Tanda Penduduk (KTP)-nya masih KTP daerah. Ini yang tidak terdata, sehingga kalau polanya tetap menggunakan pendekatan dari atas ke bawah (top down) dalam menghimpun (collecting) data bansos, ini itu akan selalu kisruh dan banyak masyarakat yang tidak terdaftar karena banyak kasus salah sasaran,” pungkasnya.