close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi, menghadiri persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait kasus suap dana hibah dari pemerintah untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Alinea.id/Fadli Mubarok
icon caption
Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi, menghadiri persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait kasus suap dana hibah dari pemerintah untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Alinea.id/Fadli Mubarok
Nasional
Kamis, 04 Juli 2019 17:15

Penuhi panggilan sidang, Menpora ingatkan wartawan salat

Nama Imam Nahrawi muncul karena disebut-sebut meminta uang kepada terdakwa Mulyana.
swipe

Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi akhirnya memenuhi panggilan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjadi saksi di persidangan di Pengadilan Negeri, Jakarta Pusat. Dalam panggilan sebelumnya politikus Partai Kebangkitan Bangsa itu tidak bisa hadir.

Menpora datang guna memberiikan kesaksian untuk terdakwa terdakwa Deputi VI Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kementerian Pemuda dan Olahraga, Mulyana, terkait kasus suap dana hibah dari pemerintah untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).

Berdasarkan pantauan Alinea.id, Imam Nahrawi hadir sekitar pukul 15.40 WIB. Menggunakan batik bercorak hijau, ia langsung memasuki gedung sembari menyapa sejumlah wartawan yang telah menunggunya. 

"Selamat sore kawan-kawan media. Apak kabar? Minal aidin wal faizin. Kita belum halal bihalal ya? Kalian sudah salat semua?" tanya Imam Nahrawi menyapa awak media di PN Jakarta Pusat, Kamis (4/7).

Ketika hendak ditanyai kesiapannya bersaksi, Imam Nahrawi enggan berbicara. Nahrawi hanya tersenyum sambil menuju ruang tunggu yang telah disiapkan.

Seperti diketahui, selain Nahrawi pada sidang lanjutan kasus suap dana hibah dari pemerintah untuk KONI hari ini jaksa juga memanggil asisten pribadi Nahrawi, Miftahul Ulum dan Staf Protokol Kemenpora, Arief Susanto.

Ketiganya akan dimintai keterangan ihwal suap yang diterima tiga pejabat Kemenpora, yakni Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Mulyana, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemenpora Adhi Purnomo, dan staf Kemenpora Eko Triyanto.

Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan belum mengetahui secara rinci pokok materi yang akan digali pada para saksi dalam persidangan. Dia menilai, setidaknya terdapat tiga poin utama yang menjadi fokus tim JPU KPK.

"Pertama terkait dengan kewenangan dan proses dari pengajuan proposal. Kedua pengetahuan pengetahuan mereka misalnya atau kalau ada komunikasi dan pertemuan-pertemuan. Dan yang ketiga tentang aliran dana. Itu jika memang dibutuhkan oleh penuntut umum dapat di konfirmasi lebih lanjut," ujar Febri.

Lebih lanjut, Febri mengatakan, tidak menutup kemungkinan pihaknya akan membuka penyelidikan baru. Sebab, menurutnya, masih ada ruang lingkup perkara dari beberapa pihak yang perlu didalami aspek pertanggungjawabannya.

"Tetapi saya belum bisa menyampaikan, kecuali nanti sudah ada penyidikan baru. Itu artinya sudah ada tersangka baru, baru bisa kami sampaikan ke publik. Sekarang belum ada tersangka baru kami masih fokus pada proses-proses yang sedang berjalan di persidangan," ucap Febri.

Nama Menpora Imam Nahrawi sebelumnya disebut oleh terdakwa Mulyana. Mulyana mengaku pernah dimintai uang oleh Menpora Imam Nahrawi. Menurut Mulyana, Nahrawi meminta uang kepadanya untuk honorarium sebagai Ketua Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) pada 2017. 

"Jadi memang pada saat akhir tahun 2017, Pak Menteri bertanya ke saya, 'Saya (Imam Nahrawi) dapat honor tidak? Honor tentang Satlak Prima, dulu kan zaman Prima. Prima itu Program Indonesia Emas," kata Mulyana usai sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (13/5).

Selain itu, maj‎elis hakim juga pernah menyebut Menteri Imam mendapat uang Rp11,5 miliar dari Sekretaris Jenderal (Sekjen) KONI, Ending Fuad Hamidy. Hal tersebut diungkap dalam amar putusan Ending Hamidy.

Dalam putusan Ending Hamidy, terungkap adanya pemberian uang Rp11,5 miliar untuk Aspri Imam Nahrawi, ‎Miftahul Ulum dan Staf Keprotokolan Kemenpora, Arief Susanto.

Hakim merincikan bahwa Miftahul Ulum pernah menerima uang Rp2 miliar pada Maret 2018 di kantor KONI. Ulum juga terbukti menerima Rp500 juta pada Februari 2018 di ruang kerja Sekjen KONI.

Untuk ‎Arief Susanto, diduga pernah menerima uang sebesar Rp3 miliar. Ulum kembali menerima uang di ruang Sekjen KONI pada Mei 2018 sebesar Rp3 miliar. Selanjutnya, Ulum juga menerima uang Rp3 miliar dalam pecahan mata uang asing di Lapangan Tenis Kemenpora pada 2018.

img
Fadli Mubarok
Reporter
img
Tito Dirhantoro
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan