Selama satu dekade terakhir, penyakit tidak menular (PTM) telah menggantikan penyakit menular sebagai penyebab kematian terbesar pada populasi dunia. Tingginya prevalensi penyakit tidak menular juga memberikan tekanan pada ekonomi negara dan menghambat pembangunan.
Ketua Bidang Edukasi Publik dan Pemberdayaan Masyarakat Komnas PT, Rita Damayanti mengatakan, fifat PTM yang tidak memberikan efek kesehatan langsung, membuat kesadaran seseorang akan risikonya sangat rendah. Makanan dan minuman tinggi gula, garam, lemak, merokok, asupan sayur dan buah yang rendah sangat meningkatkan kemungkinan mengembangkan PTM.
Dia menyebut, menghindari faktor risiko PTM membutuhkan intervensi kebijakan pemerintah yang lebih tegas. Alat untuk mengendalikan faktor risiko PTM melalui kebijakan berbasis bukti merupakan cerminan dari keberadaan negara untuk melindungi hak warga negara atas kesehatan.
“Untuk mencegah penyakit tidak menular, tidak ada cara lain selain dengan menghindari faktor risikonya. Upaya ini tidak cukup hanya dengan promosi dan edukasi kesehatan saja, harus ada kebijakan yang secara komprehensif yang mengatur.” ujar Rita dalam keterangan resmi, Rabu (18/5).
Berdasarkan data, selama satu dekade terakhir, prevalensi obesitas pada orang dewasa di Indonesia meningkat dua kali lipat, dari 10,50% pada 2007 menjadi 21,80% pada 2018.
Prevalensi obesitas pada anak usia 5-12 tahun adalah 18,8%, dan kejadian diabetes juga memiliki dampak yang luas. Sekitar 19,5 juta orang di Indonesia adalah penderita diabetes, dan mereka membutuhkan pengobatan yang mahal untuk seumur hidup.
Anita Sabidi selaku anggota Persatuan Diabetes Indonesia (Persadia) menambahkan, negara harus mengeluarkan dana minimal Rp21,2 triliun untuk pengobatan penyakit IDF Atlas of Diabetes. Diabetes merupakan penyebab kematian nomor tiga di Indonesia.
“Akses terhadap diabetes dan layanan PTM lainnya yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat akan memberikan kepastian bagi para penyintas PTM untuk menjalani kehidupan terbaik mereka,” ujarnya.
Tak hanya diabetes, hipertensi juga menjadi PTM lain yang memiliki andil cukup tinggi dalam angka kematian. Prevalensi hipertensi pada penduduk dewasa di Indonesia 34,11% atau naik dari sebelumnya 25,8% pada 2013.
"Kondisi ini pada akhirnya dapat memicu komplikasi kesehatan yang lebih buruk. Kondisi itu diperburuk oleh prevalensi konsumsi rokok penduduk di atas 15 tahun di Tanah Air yang mencapai 66% dan prevalensi perokok pada kelompok umur 10-14 tahun yang sebesar 3,5%," ucapnya.
Pemerintah saat ini sedang mengusahakan untuk memperkuat peraturan pencegahan dan pengendalian konsumsi zat adiktif melalui revisi PP 109 tahun 2022. Kemenkes melalui P2PTM juga menginisiasi untuk mulai melakukan pengaturan terhadap cukai MBDK melalui bersurat kepada Kemenkeu agar kebijakan ini bisa segera dilaksanakan.