Penyidik Bareskrim Polri tengah melakukan proses melengkapi berkas-berkas kasus penggunaan dokumen palsu dan penghapusan red notice terpidana kasus hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Awi Setiyono mengatakan, Direktorat Tindak Pidana Umum dan Direktorat Tindak Pidana Korupsi tidak menjadwalkan pemanggilan tersangka maupun saksi. Pasalnya, penyidik menargetkan segera melakukan pelimpahan tahap pertama berkas para tersangka.
"Penyidik Tipikor khusus red notice dan Tipidum terkait surat jalan tengah fokus pemberkasan. Doakan segera tahap satu," ujar Awi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (31/8).
Awi menambahkan, penyidik tetap akan memeriksa Jaksa Pinangki Sirna Malasari sebagai saksi yang sedianya diperiksa pada Kamis (27/8) lalu.
"Tetap akan diperiksa kalau tidak Rabu ya Kamis," kata Awi.
Perkembangan terakhir kasus ini telah sampai pada penetapan tersangka Djoko Tjandra, Anita Kolopaking dan Brigjen Prasetijo Utomo dalam tindak pidana penggunaan dokumen palsu.
Termasuk, Brigjen Napoleon Bonaparte dan Tommy Sumardi yang juga ditetapkan sebagai tersangka atas pemberian hadiah serta janji terkait penghapusan red notice Djoko Tjandra.
Untuk diketahui, Djoko merupakan terdakwa kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali senilai Rp904 miliar yang ditangani Kejaksaan Agung.
Pada 29 September 1999 hingga Agustus 2000, Kejaksaan pernah menahan Djoko. Namun, Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan ia bebas dari tuntutan karena perbuatannya dinilai bukan pidana, melainkan perdata.
Pada Oktober 2008, Kejaksaan mengajukan peninjauan kembali (PK) terhadap kasus Djoko ke Mahkamah Agung. Kemudian, pada 11 Juni 2009, Majelis Peninjauan Kembali MA menerima PK yang diajukan Jaksa.
Majelis hakim memvonis Djoko 2 tahun penjara dan harus membayar Rp 15 juta. Uang milik Djoko di Bank Bali sebesar Rp 546,166 miliar dirampas untuk negara. Imigrasi juga mencekal Djoko, hingga akhirnya berhasil ditangkap pihak kepolisian.