Direktur Utama PT PLN (Persero) non-aktif Sofyan Basir, menjalani pemeriksaan perdana dalam statusnya sebagai tersangka kasus tindak pidana korupsi terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1. Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih membiarkan Sofyan pulang dan tidak menahannya usai menjalani pemeriksaan.
Kuasa hukum Sofyan Basir, Susilo Aribowo mengatakan, penyidik KPK mengajukan 15 pertanyaan kepada kliennya. Pertanyaan masih seputar tugas pokok fungsi (tupoksi) Sofyan sebagai Direktur Utama PLN.
"Baru pemeriksaan awal, ada 15 pertanyaan yang diajukan dan seperti biasa, standar saja masih identitas, kemudian ditanya tupoksi sebagai Dirut, kemudian mengenai penandatanganan kontrak yang kemarin, jadi sedikit masalah di Riau-1, yang lain belum ada," kata Susilo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (6/5).
Sofyan mengaku belum ditanyai seputar penunjukan perusahaan tertentu untuk mengerjakan proyek PLTU Riau-1. "Belum (ditanyakan) masih panjang ini ya," ucap Sofyan.
Sofyan mengatakan, dirinya akan bersikap kooperatif terhadap proses hukum di KPK. Menurutnya, para penyidik di lembaga antirasuah itu bersikap profesional dalam menjalankan tugasnya.
"Ya karena proses hukum kita harus hormati, kita harus jalankan dengan baik, KPK profesional, ikuti saja," katanya.
Sofyan juga sempat menyampaikan ucapan selamat berbuka puasa ketika dirinya hendak keluar dari Gedung Merah Putih KPK.
"Yang pasti selamat berbuka puasa dulu, selamat hari perayaan Ramadan, masyarakat aman listriknya, karyawan-karyawati PLN aman ya, semua berjalan dengan baik. Ini bulan suci Ramadan, baru saja selesai pemeriksaan," ujar Sofyan.
Sofyan diduga menerima hadiah atau janji dari salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd Johannes B. Kotjo terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1. Penyidik KPK menduga imbalan yang dijanjikan kepada mantan Dirut Bank BRI itu setara dengan nilai yang diterima Eni Maulani Saragih dan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham.
"Sofyan Basir diduga menerima janji dengan mendapatkan bagian yang sama besar dengan jatah Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, dalam konferensi pers, di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta Selatan pada 23 April 2019 lalu.
Sofyan Basir diduga memerintahkan salah satu direktur di PLN, guna segera merealisasikan power purchase agreement (PPA) antara PT PLN, Blackgold Natural Resources Ltd. dan CHEC selaku investor.
KPK juga menduga, Sofyan telah meminta salah satu direkturnya untuk berhubungan langsung dengan Eni Saragih dan Johannes B. Kotjo. Selain itu, Sofyan diduga meminta Direktur PT PLN untuk memonitor terkait proyek tersebut, lantaran ada keluhan dari Kotjo tentang lamanya penentuan proyek PLTU Riau-1.
Atas perbuatannya, tersangka Sofyan Basir disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat (2) KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.