Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri mengendus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya. Surat perintah penyelidikan terkait kasus ini telah dikeluarkan.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipieksus) Brigjen Whisnu Hermawan mengatakan, penyidik akan mengungkap semua kasus yang ada di Indosurya. Sampai dengan saat ini, pihaknya terus berkoordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait dengan kasus ini.
“Semuanya, kita ungkap (termasuk TPPU), karena indikasinya ada," kata Whisnu saat dihubungi, Kamis (2/2).
Surat perintah penyelidikan kasus ini memiliki waktu, tempat kejadian, dan modus yang berbeda dari sebelumnya. Maka dari itu, pendalaman dilakukan untuk upaya pengembalian kepada masyarakat yang uangnya sempat digondol oleh Indosurya.
Sambil melakukan pendalaman, penyidik juga akan melengkapi berkas yang untuk mendorong perkara ini supaya masuk ke ranah penyidikan.
"Kami sudah mengeluarkan surat perintah penyelidikan terkait dengan adanya dugaan tindak pidana di Indosurya dengan tersangka Henry Surya dan kawan-kawan (Junie Indira dan Suwito Ayub),” kata Whisnu saat dihubungi, Rabu (1/2).
Kemarin, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, angkat bicara terkait kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya. Baginya, kasus ini bukanlah ranah perdata seperti yang divonis hakim.
Menurut mantan Hakim Mahkamah Konstitusi ini, pembukaan kasus Indosurya masih sangat dimungkinkan. Ia memastikan kasus yang dibuka tidak sama dengan perkara yang tengah diajukan kasasi oleh Kejaksan Agung.
Korban kasus tersebut banyak, mencapai 23.000 orang. Total kerugiannya ditaksir mencapai Rp 106 triliun, menjadikan kasus Indosurya menjadi kasus penipuan terbesar di Indonesia.
“Ne bis in idem, tidak ada ne bis in idem, kasusnya lain. Tempus delictinya beda, locus delictinya beda. Tidak ada ne bis in idem. Kalau ne bis in idem itu yang 23.000 kemarin, mulai dari awal itu ne bis in idem. Ini beda kok,” ucapnya.
Mahfud menyinggung hasil temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang menunjukkan Indosurya telah menghimpun uang dari masyarakat, sementara mereka bukan bank. Uang itu kemudian dimanfaatkan dalam kegiatan ekonomi yang tersembunyi, pencucian uang, dan melanggar undang-undang perbankan dengan nilai sekitar Rp106 triliun.
"Ini pidana pasti. PPATK juga menyatakan begitu," kata Mahfud, di Kemenkopolhukam, Selasa (31/1).
Mahfud berharap, polisi juga dapat melakukan penyidikan parsial untuk menemukan aliran dana dalam kasus ini. Agar uang yang berputar di dalam perkara tindak pidana pencucian uang ini dapat keluar dan dikembalikan bagi masyarakat.
"Nah itu yang akan dilakukan. Pokoknya sekarang masih ada analisis kita tidak boleh kalah. Rakyat dihisap terus," ujar Mahfud.