Kock Meng, penyuap Gubernur Kepulauan Riau nonaktif, Nurdin Basirun, dituntut hukuman pidana penjara selama 2 tahun. Selain itu, ia denda senilai Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan karena diduga terbukti menyuap Nurdin sebesar Rp 45 juta dan 11,000 dolar Singapura.
"Menuntut, menyatakan terdakwa Kock Meng telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata jaksa penuntut umum KPK, M Asri Irawan, saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (27/1).
Dalam pertimbangannya, Asri menilai, hal yang memberatkan terhadap tuntutan Kock Meng lantaran perbuatannya dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Sedangkan hal yang meringankan karena Kock Meng bersikap sopan, mempunyai tanggungan keluarga, dan belum pernah dihukum.
Lebih lanjut, Asri menerangkan, uang suap dari Kock Meng yang masuk ke kantong Nurdin diberikan secara bertahap melalui rekannya, Abu Bakar. Kemudian, Abu Bakar memberikannya kepada mantan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau, Edy Sofyan, dan Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau, Budy Hartono.
“Dapat disimpulkan bahwa pemberian uang Rp45 juta, 5,000 dolar Singapura dan 6,000 dolar Singapura yang diserahkan oleh terdakwa kepada Nurdin Basirun melalui Abu Bakar, Budi Hartono dan Edy Sopian, adalah pemberian tidak resmi," kata jaksa.
Jaksa menyatakan uang suap diberikan agar Nurdin membantu Kock Meng memberikan izin usahanya di perairan Kepri. Pasalnya, Kock Meng berniat membuka restoran dan penginapan terapung di daerah Tanjung Piayu Batam.
"(Pemberian uang) memiliki tujuan atau maksud supaya Nurdin Basirun selaku penyelenggara berbuat dalam jabatannya, yaitu menandatangani izin prinsip pemanfaatan laut," tutur jaksa.
Perbuatan Kock Meng dianggap melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo pasal 64 ayat (1) KUHP.