Peran laboratorim PCR Polda Kalteng tangani kasus Covid-19
Di Pulau Kalimantan, Provinsi Kalimantan Tengah memiliki angka kasus terkonfirmasi positif Coronavirus disease 2019 (Covid-19) tertinggi kedua, di bawah Kalimantan Selatan. Berdasarkan data dari corona.kalteng.go.id, per Jumat (24/7) Kalimantan Tengah melaporkan 1.529 kasus positif, 389 dalam perawatan, 1.055 sembuh, dan 85 meninggal dunia.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah, Suyuti Samsul membeberkan strategi Pemprov Kalimantan Tengah untuk menekan kasus penularan Covid-19. Menurutnya, strategi dilakukan dari hulu ke hilir.
“Dari hulu, fokusnya pencegahan. Masyarakat diberikan sosialisasi dan edukasi berupa pentingnya mematuhi protokol kesehatan, seperti mencuci tangan, menggunakan masker, dan menjaga jarak,” kata Suyuti saat dihubungi reporter Alinea.id, Kamis (23/7).
Sedangkan di hilir, fokusnya penanganan, seperti menyediakan empat rumah sakit rujukan, antara lain Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Doris Sylvanus di Palangka Raya, RSUD Sultan Imanudin di Pangkalan Bun, RSUD dr. Murjani di Waringin Timur, dan RSUD Muara Teweh di Barito Utara.
Kesadaran warga dan terbatasnya laboratorium PCR
Memasuki masa new normal atau kenormalan baru, Pemprov Kalimantan Tengah pun menerapkan pembatasan skala kelurahan humanis (PSKH). Segala aktivitas yang semula dibatasi perlahan mulai dilonggarkan, dengan protokol kesehatan yang ketat.
Liaison Officer Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk Kalimantan Tengah, Laksamana Pertama TNI Purnawirawan Maghoni mengatakan, intinya PSKH mirip pembatasan sosial berskala besar (PSBB), tetapi dalam penerapannya mengedepankan aspek persuasif dan kemanusiaan.
"Artinya, kita memberi sosialisasi, kemudian pemahaman edukasi kepada masyarakat itu berbasis kesadaran lah," kata Maghoni saat dihubungi, Kamis (23/7).
Ia mengatakan, PSKH hanya diterapkan di Kota Palangka Raya. Sementara daerah lainnya, seperti Kabupaten Kapuas yang memiliki jumlah kasus terbanyak kedua setelah Palangka Raya tak menerapkan PSKH karena tingkat kesembuhan sudah mencapai 80%. Begitu pula daerah lainnya.
"Kami melihat langsung itu di Seruyan, Sukamara, Lamandau, dan Katingan juga baik. Artinya, rata-rata sudah cukup bagus," katanya.
Sementara itu, Suyuti menerangkan, salah satu kendala yang dihadapi saat ini adalah rendahnya pemahaman masyarakat terhadap bahaya virus menular dan mematikan yang menyerang sistem pernapasan itu. Menurutnya, masyarakat tergolong minim mematuhi protokol kesehatan.
Peristiwa miris terkait kesadaran warga pun terlihat saat terjadi pemukulan terhadap empat petugas pemakaman dari Rumah Sakit Islam (RSI) PKU Muhammadiyah oleh keluarga di tempat pemakaman umum kilometer 12 Palangka Raya, pada Selasa (21/7).
Mulanya, tak ada masalah karena keluarga sudah menandatangani surat pernyataan pemakaman dengan protokol Covid-19 saat jenazah masih di RSI PKU Muhammadiyah. Namun, keluarga protes karena hasil tes swab belum keluar.
"Jadi, ketika orang masuk (rumah sakit), gejala klinis sudah memadai, maka ada kewenangan di dokter itu untuk menyatakan bahwa yang bersangkutan itu positif sampai terbukti melalui PCR (polymerase chain reaction) menyatakan itu negatif,” ujarnya.
“Dan sebelum ada PCR, perlakuannya adalah positif, itu amanat undang-undang.”
Suyuti merujuk Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, yang menyatakan pemerintah bisa melakukan pembatasan terhadap orang-orang tertentu guna mencegah penyebaran penyakit.
Dengan begitu, seseorang yang mengambil paksa jenazah, sebenarnya sudah melakukan pelanggaran hukum. Ia menduga, keluarga termakan isu yang tak benar terkait Covid-19.
"Kalau sudah ada asumsi bahwa ini hanya konspirasi, apa pun yang kita lakukan, tidak akan mempan, ya susah. Ya harus ada penindakan hukum," katanya.
Suyuti mengatakan, strategi di hilir pun dilakukan dengan membangun beberapa laboratorium standar bio security level dua dan membeli mesin PCR.
Di sisi lain, Maghoni mengatakan, jumlah alat dan laboratorium PCR yang minim menjadi kendala lain di Kalimantan Tengah. Ia mencontohkan, untuk memperoleh hasil uji sampel dari Kabupaten Lamandau, yang jauh dari Palangka Raya, bisa memakan waktu sekitar 12 hari. Hal itu menyebabkan seseorang yang diduga terinfeksi Covid-19 lama menunggu dan meninggal dunia sebelum hasil swab keluar.
"Lamandau itu setelah ada yang di-swab, spesimennya dikirim ke RSUD dr. Doris Sylvanus melalui RSI PKU Muhammadiyah dulu, nginap dulu. Kalau Palangka Raya penuh, harus dikirim ke Banjar Baru,” tuturnya.
Maghoni menuturkan, saat ini baru ada enam alat PCR di empat rumah sakit rujukan di Kalimantan Tengah. Rata-rata hasil tes swab di atas 400 spesimen per hari. Satu laboratorium PCR baru dibuka pada 14 Juli 2020 di RS Bhayangkara Tingkat III Palangka Raya.
Membangun laboratorium PCR di RS Bhayangkara
Laboratorium PCR yang dinamakan Dhira Brata di RS Bhayangkara Tingkat III Palangka Raya itu dibangun atas inisiatif Polda Kalimantan Tengah. Menurut Kapolda Kalimantan Tengah Irjen Dedi Prasetyo, dibangunnya laboratorium itu tercetus karena ada anggotanya yang terinfeksi Covid-19, tetapi baru terdeteksi satu minggu kemudian.
Telatnya mendeteksi anggota, kata Dedi, bukan masalah kurang perhatian. Ia menyebut, rapid test sudah dilakukan kepada setiap anggota yang bertugas di lapangan.
Menurutnya, anggota yang terpapar karena istrinya merupakan tenaga medis. Lalu, baru ketahuan terinfeksi virus lantaran ada gejala, seperti demam dan flu.
"Setelah dicek hasilnya reaktif, dilakukan swab dan hasilnya positif. Kemudian, satu ruangan di bagian tempat dia bertugas langsung dilakukan swab massal," ujar Dedi saat dihubungi, Kamis (23/7).
Anggota yang terinfeksi itu kemudian meninggal dunia, usai dirawat di rumah sakit. Selain karena terlambat diketahui, ia juga memiliki penyakit penyerta.
Dedi mengungkapkan, beberapa anggota yang bertugas di wilayah penyekatan perbatasan juga ada yang terpapar Covid-19. Hingga kini, masih ada 27 anggotanya yang menjalani perawatan di RS Bhayangkara.
Di sisi lain, Dedi mengatakan, berdasarkan data dari Gugus Tugas, Kalimantan Tengah punya risiko tinggi kematian akibat Covid-19. Sementara laboratorium PCR untuk uji swab masih sedikit.
"Ketentuan dari pemerintah untuk memakamkan jenazah yang meninggal setelah dilakukan tes, hanya empat jam. Dengan jumlah laboratorium yang ada, tentu sulit dipenuhi," tutur Dedi.
Berpijak dari segala problem tadi, Polda Kalimantan Tengah akhirnya bekerja sama dengan PT Musim Mas untuk membuat laboratorium PCR. Biaya untuk membuat laboratorium itu sebesar Rp158 juta. Dedi berharap, laboratorium tersebut bisa mempercepat proses deteksi dan menekan tingginya angka kematian akibat Covid-19.
Laboratorium PCR itu tak hanya bisa memfasilitasi pengecekan untuk anggota Polri, tetapi bisa dimanfaatkan juga bagi warga. Anggota Polri mendapat fasilitas gratis yang ditanggung institusi, sedangkan warga yang mandiri melakukan pengecekan membayar Rp1,7 juta.
Meski begitu, Dedi mengakui masih terdapat sejumlah kekurangan untuk membantu menangani kasus Covid-19. Sejumlah peralatan yang digunakan untuk uji sampel masih didominasi alat manual. Sehingga, proses pengecekan sampel paling cepat diketahui hasilnya tujuh jam.
Dedi mengatakan, untuk mempercepat proses uji sampel, bisa menggunakan mesin digital, yang harganya Rp4,5 miliar untuk 14 alat. Sementara yang dimiliki laboratorium PCR di RS Bhayangkara saat ini hanya tujuh alat.
Menurut Dedi, dalam sehari laboratorium PCR milik Polda Kalimantan Tengah bisa memeriksa 70 orang dan menguji sebanyak 54 sampel. Diakuinya, hal itu masih jauh dari target percepatan uji sampel hingga 100 per hari, dengan hasil yang keluar lima jam setelah pengambilan sampel.
Sejak 15 hingga 25 Juli 2020 sudah dilakukan pemeriksaan terhadap 228 sampel. Dengan rincian hasil, sebanyak 97 positif dan 126 negatif. Sebanyak 65% pemeriksaan dilakukan terhadap warga, dan 35% anggota.
Sementara itu, menurut Kepala subbagian Pembinaan Fungsi (Kasubag Binfung) RS Bhayangkara Kalimantan Tengah, Susanta Imelda, fasilitas rawat inap yang disediakan untuk merawat pasien Covid-19 hanya bisa menampung 40 orang. Sarana dan prasarana, seperti tempat tidur pun masih butuh tambahan.
"Memang rumah sakit kami masih terbilang kecil dan kurang mumpuni. Jadi, masih perlu tambahan dan diperlebar lagi," ujar Susanta saat dihubungi, Rabu (22/7).
Terkait tenaga medis, laboratorium PCR RS Bhayangkara juga hanya menambah satu orang dokter mikrobiologi. Tenaga analis yang ada juga hanya enam orang.
Meski begitu, laboratorium PCR tersebut ikut berperan menurunkan risiko kematian karena Covid-19 di Kalimantan Tengah, dari status hight risk menjadi medium risk. Jumlah deteksi dini penularan juga dinyatakan semakin cepat.
Dengan adanya laboratorium PCR milik Polda Kalimantan Tengah, Maghoni berharap, nantinya bisa membantu kekurangan yang ada. "Kalau itu mempercepat dan membantu penanganan Covid-19 ya lebih bagus lagi. Jadi itu sangat dihargai, rumah sakit satelit ada seperti itu kita sangat senang," katanya.