close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Tim investigasi Komnas HAM memeriksa sebuah mobil yang berkaitan dengan kasus penembakan Laskar FPI di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Senin (21/12/2020). Dokumentasi/Alinea/Ayu Mumpuni.
icon caption
Tim investigasi Komnas HAM memeriksa sebuah mobil yang berkaitan dengan kasus penembakan Laskar FPI di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Senin (21/12/2020). Dokumentasi/Alinea/Ayu Mumpuni.
Nasional
Jumat, 16 September 2022 15:02

Narasi Institute: Peranan Irjen Fadil Imran dalam kasus KM 50 begitu dominan

Narasi Institute melihat banyak kejanggalan dalam peristiwa KM 50, hal itu berdasarkan liputan Tempo yang merekam.
swipe

Narasi Institute melihat banyak kejanggalan dalam peristiwa KM 50, hal itu berdasarkan liputan Tempo yang merekam dan menginvestigasi peristiwa nahas tersebut. Hasil liputan itu kemudian diunggah di kanal YouTube Channel Tempodotco berdurasi 51 menit.

Pakar kebijakan publik Achmad Nur Hidayat mengatakan, peranan Irjen Fadil Imran selaku Kapolda Metro Jaya terlihat begitu dominan dan seakan tidak ingin peristiwa ke luar dari skenario yang dibuatnya. Fadil Imran terlihat menjelaskan kronologi bahwa enam laskar tersebut adalah laskar khusus bersenjata tajam dan amat berbahaya. 

“Nyatanya, menurut kesaksian driver derek di KM 50 Pak Dedi Mardedi, mereka berenam masih hidup, meski ada dua yang terluka tembak namun semua masih hidup,” kata Achmad dalam keterangan, Jumat (16/9). 

Bersama Pangdam Jaya Dudung Abdurahman, Propam Polri Hendra Kurniawan, Fadil menghadirkan senjata api dan senjata tajam yang menurut mereka adalah senjata yang dipakai laskar untuk menyerang aparat keamanan. Peristiwa KM 50 sendiri terjadi pada 7 Desember 2020. Di mana saat itu enam orang laskar FPI terbunuh. 

Versi keterangan kepolisian saat itu, enam laskar FPI tersebut menyerang petugas keamanan. Sedangkan versi keterangan dari FPI, perjalanan mereka di serang orang tak dikenal dan sampai akhirnya enam laskar FPI tersebut tewas.

Menurutnya, kehadiran Dudung dalam konferensi pers tidak lebih simbolis dukungan dari TNI atas tindakan tersebut. Sikap Fadil dengan menghadirkan KSAD menjadikan dirinya semakin kontroversial.

Selain dinilai ingin melawan mabes Polri karena mau memberikan bantuan hukum kepada AKBP Jerry Siagian. Publik pun masih ingat bagaimana Fadhil Imran memiliki hubungan khusus dengan Kasatgassus Ferdy Sambo, sampai-sampai Fadhil Imran rela datang berpelukan memberi simpati kepada Ferdy Sambo.

“Pertanyaan publiknya adalah kenapa hasil akhirnya enam pemuda tersebut terbunuh? Di mana mereka terbunuh? Kenapa lokasi KM50 dihancurkan? Kenapa CCTV di sana hilang? Siapa komandan pemilik mobil Land Cruiser yang memerintah di sana?” ujarnya.

Ia menyebut, Komnas HAM mengatakan peristiwa ini sebagai unlawfull killing. Padahal sebenarnya tragedi ini adalah pelanggaran HAM berat. 

Alasan pelanggaran HAM berat adalah diduga beberapa aparat hukum membunuh enam orang sipil tak bersalah tanpa ada kemauan membawanya ke proses justitia. Harusnya saat enam orang tersebut ditangkap, mereka dibawa untuk di BAP dan dibawa ke pengadilan. "Kenapa langsung di eksekusi mereka itu? Jelas ini pelanggaran HAM berat," tutur dia. 

“Anehnya Komnas HAM hanya menjadikan statusnya sebagai unlawfull killing semata, aneh!” ucapnya.

Achmad mengutip pernyataan dari pihak FPI, yang mengatakan bahwa enam laskar tersebut tidak diperbolehkan membawa senjata api dan senjata tajam untuk melakukan pengawalan. Informasi Fadil Imran dianggap fitnah bahwa mereka membawa senjata tajam.

Dalam kasus penembakan dan kematian anggota FPI tersebut, terdapat dua anggota polisi yang ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M. Yusmin Ohorella. Vonis bebas diberikan oleh Mahkamah Agung pada pengadilan di tingkat kasasi. 

Namun, putusan ini sebenarnya sama dengan putusan pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yaitu hakim memutus lepas Fikri dan Yusmin karena keduanya dinilai melakukan penembakan untuk melindungi diri. Jaksa penuntut umum Zet Tadung Allo mengaku menghormati vonis bebas tersebut. Ia menilai putusan MA merupakan ujung atau final penyelesaian perkara KM 50.

Tadung sendiri sempat mengungkapkan, kasus KM 50 berpotensi untuk diteruskan apabila terdapat temuan bukti baru. JPU berupaya mengedepankan hati nurani berdasarkan fakta yang diyakini, tetapi hakim PN dan MA berpendapat lain.

“Itu sudah kewenangannya,” kata Todung beberapa waktu lalu.

Belakangan peristiwa Kilometer 50 atau KM 50 menjadi perbincangan publik kembali setelah dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J terungkap. Dalam kasus Brigadir J, eks-Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Irjen Ferdy Sambo ditetapkan sebagai tersangka. 

Kala itu, ia menjabat sebagai Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri yang turut menangani kasus KM 50. Keterlibatan Ferdy Sambo dalam dua kasus yang melibatkan aksi penembakan oleh polisi inilah yang meresahkan publik.

Dalam RDP antara Polri dan Komisi III DPR, anggota DPR Romo Syafi'i menanyakan lagi kepada Kapolri tentang kasus KM 50 yang lebih banyak kejanggalan dan misterius dibanding kasus Brigadir J. Kapolri pun mempersilakan jika ada bukti bukti baru terkait KM50, maka kasus ini dapat dibuka kembali.

Liputan Investigasi yang dibuat Tempo ini adalah hal yang sangat penting untuk menginvestigasi kembali kasus KM 50. Di mana keluarga dari enam laskar FPI ini merasa tidak mendapat keadilan dari negara atas terbunuhnya anak anak mereka. Semoga peristiwa KM 50 ini akan terbuka seterang terangnya dan keadilan dapat ditegakkan.

Enam anggota FPI tewas usai ditembak oleh polisi, mereka adalah Andi Oktiawan (33), Ahmad Sofiyan (26), Lutfi Hakim (25), Faiz Ahmad Syukur (22), Muhammad Suci Khadavi (21), dan Muhammad Reza (20). 

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan