Koordinator Jaringan Muslim Madani (JMM), Syukron Jamal, menilai, dinamika jelang Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama (NU) sangat wajar. Mengingat NU merupakan ormas Islam terbesar dan paling berpengaruh di Indonesia.
Slain itu, menurut Syukron, NU merupakan ormas yang terbuka dan demokratis. "Semua pihak punya kepentingan bukan hanya warga Nahdliyyin itu sendiri," ujar Syukron dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (9/10).
Ada dua posisi yang akan ditentukan dalam Muktamar NU, yaitu Rais Am pada level Syuriyah dan Ketua Umum pada level Tanfidziyah. Yang paling menyita perhatian ialah ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) selanjutnya.
Hingga saat ini, jelas Syukron, tanpa mengabaikan nama-nama lain, setidak ada dua bakal calon ketua umum yang santer disebut terkuat dan memiliki peluang paling serta dukungan paling banyak. Yakni KH Said Aqil Siradj dan KH Yahya Cholil Staquf.
Menurutnya, dinamika Muktamar NU kian hangat terkait gerakan masing-masing kubu bakal calon yang mulai saling melempar isu soal latarbelakang organisasi hingga profil rekam jejak pemikiran dan jaringan kedua tokoh tersebut.
"Sikap moderat NU sebagai representasi Islam wasathiyah yang rahmatan lil alamin punya peran penting mengawal kehidupan bangsa dan negara yang majemuk seperti Indonesia, dalam kancah global juga demikian di mana peran NU sangat dibutuhkan dalam mewujudkan sistem dan tatanan peradaban dan perdamaian dunia," ujar analis media, politik dan sosial keagamaan ini.
Meski demikian, Syukron menyatakan, konstelasi jelang Muktamar NU harus tetap menjaga dan mengedepankan marwah NU dan para kyai atau ulama di dalamnya.
"NU bagaimanapun bukan organisasi atau partai politik melainkan organisasi keumatan. Siapapun yang berkontestasi tentu adalah merupakan figur-figur yang terbaik dan mumpuni serta patut dihormati sehingga harus dihindari upaya saling menjatuhkan secara personal," tegasnya.
Syukron mengingatkan, bahwa tantangan NU ke depan semakin berat seiring dengan era globalisasi yang ditandai dengan interkoneksi di mana manusia satu dan lainnya saling terhubung dengan berbagai latarbelakang suku bangsa, ideologi dan pemikiran berbeda.
"Di era globalisasi sebagai pengaruh keterbukaan informasi, kita saat ini dihadapkan pada massifnya penyebaran paham dan gerakan ideologi transnasional yang tidak sedikit bertolakbelakang dengan semangat moderasi beragama," katanya.