Guru Besar Hukum Pidana dari Universitas Andalas Elwi Danil, menjelaskan perbedaan dua pasal pembunuhan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yakni, Pasal 338 dan 340, yang didakwakan dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J. Ia hadir sebagai saksi yang meringankan (a de charge) bagi terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Selasa (27/11).
Elwi mengatakan, rumusan kedua pasal ini terlihat pada aspek kesalahan dalam bentuk kesengajaan dengan maksud. Meskipun demikian di antara dua pasal ini terdapat perbedaan yang signifikan terkait dalam unsur kesengajaan, sebab dalam Pasal 340 kesengajaan itu tidak berhenti sampai kesengajaan saja, namun juga direncanakan.
“Jadi unsur direncanakan itu merupakan unsur pembeda yang sangat elementer baik 340 maupun 338,” kata Elwi di PN Jaksel, Selasa (27/12).
Undang-undang itu sendiri tidak menjelaskan lebih dahulu apa yang dimaksud dengan rencana. Maka dari itu, pendalaman terhadap teori dari para ahli terkemuka dan putusan pengadilan dengan serupa perlu dilakukan.
“Pembentuk UU ternyata tidak menjelaskan frasa direncanakan terlebih dahulu,” ujarnya.
Elwi menyampaikan, dalam penelusuran berbagai literatur dan putusan-putusan hakim terungkap, rencana minimal harus memenuhi tiga unsur pertama adalah kehendak untuk melakukan perbuatan itu harus diputuskan dalam suasana tenang.
Kedua antara timbul kehendak dengan pelaksanaan perbuatan sebagai manifestasi dari kehendak itu harus ada waktu yang cukup, supaya bisa digunakan pelaku merenungkan perbuatan yang akan dilakukan.
“Ketiga adalah pelaksanan dari kehendak harus juga dilakukan dalam suasana tenang,” ucapnya.
Selain itu, motif dalam pembunuhan sangat perlu diungkap karena menjadi alasan tindak pidana itu terjadi. Motif juga bagian dari terbukanya kasus dan pembuktian suatu peristiwa.
Motif juga dapat memengaruhi penilaian bagi hakim dalam menjatuhkan hukuman. Kendati, pelaku tindak pidana telah terbukti melakukannya.
Elwi kemudian memberikan sebuah ilustrasi dari Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Hasanudin, Prof. Ahmad Ali. Ilustrasi itu menceritakan tiga pelaku pencurian ayam dari tiga kota, sebut saja kota A, B, dan C.
Kota A menjatuhkan sanksi pidana tiga bulan penjara, sementara di kota B menjatuhkan enam bulan, dan di kota C menjatuhkan sembilan bulan penjara. Perbedaan tiga sanksi ini dilandaskan pada motifnya.
Kota A memberikan hukuman tiga bulan penara karena sang pelaku melakukan pencurian untuk membeli obat bagi anaknya. Dalam ilustrasinya si anak terpapar sakit namun dirinya tidak memiliki cukup uang untuk membeli obat.
Pada kota B, alasannya karena sang pelaku berjanji dengan pacarnya untuk makan dan menonton film selayaknya dua sejoli. Namun, ia tidak memilki uang untuk mentraktir pacarnya melakukan semua kesenangan itu.
Sementara, pada kota C, sang pelaku mencuri ayam karena kecanduan narkotika. Motif yang tidak baik diiringi tindakan yang buruk melahirkan hukuman yang besar.