Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) diminta berkolaborasi dengan sejumlah pihak, seperti kepolisian dan Badan Narkotika Nasional (BNN), dalam memberantas peredaran narkoba di dalam lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan). Pangkalnya, peredaran barang haram tersebut di penjara sudah mengkhawatirkan.
"Peredaran narkoba di lapas memang sudah sangat mengkhawatirkan, tidak usah ditutup-tutupi. Pengawasan kepada narapidana memang penting, tapi tidak menutup kemungkinan pengawasan juga diperlukan kepada para sipir," ujar Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Sahroni.
"Mafia narkoba ini memang sudah sangat berbahaya jika seperti ini terus kita yang akan kalah. Pak Kanwil memang tidak bermain, tetapi di bawahnya apakah terjamin terbebas dari peredaran narkoba di lapas?" imbuhnya.
Pernyataan senada disampaikan, anggota Komisi III DPR, Habib Aboe Bakar Alhabsyi. Menurutnya, melansir situs web DPR, peredaran narkoba di lapas dan rutan tidak lepas dari permainan sipir.
"Narkoba memang uangnya besar sekali, banyak pihak yang tergoda. Belum lama ini narapidana lapas di Banten ada yang ketahuan memasarkan [narkoba]. Ini menunjukkan betapa kurangnya sistem pengawasan kepada para napi dan juga sipir," imbuh politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Berdasarkan data LBH Masyarakat, setidaknya terjadi 152 kasus peredaran narkoba di dalam lapas dan rutan, baik penyelundupan maupun tindak pidana terkait, pada 2018. Pada 2021, menurut Kemenkumham, ada sekitar 148 upaya penyelundupan narkoba ke penjara yang berhasil digagalkan.
Bahkan, pada saat itu, Kemenkumham memindahkan sebanyak 215 bandar narkoba ke Nusakambangan. Mereka berasal dari berbagai daerah, seperti Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Aceh, Sumatera Selatan, Lampung, Riau, Jambi, Kalimantan, Sumatera Utara, Bali, NTT, NTB, hingga Papua.